Menu

Bagaimana Indonesia Membujuk Orang-orang Garis Keras yang Dipenjara Agar Menjauh Dari Pandangan Ekstrem

Devi 13 Oct 2022, 08:32
Umar Patek (kedua kiri), dihukum karena perannya dalam bom Bali, ikut serta dalam upacara pengibaran bendera untuk memperingati Hari Kemerdekaan tahun 2017 [File: Umarul Faruq/Antara Foto via Reuters]
Umar Patek (kedua kiri), dihukum karena perannya dalam bom Bali, ikut serta dalam upacara pengibaran bendera untuk memperingati Hari Kemerdekaan tahun 2017 [File: Umarul Faruq/Antara Foto via Reuters]

Namun Jacob, yang lebih memilih istilah pelepasan daripada deradikalisasi untuk menggambarkan proses mencoba membuat seseorang menjauh dari pandangan ekstrem, mengatakan program semacam itu bukan “prioritas besar” bagi Indonesia.

Sejak sekitar tahun 2016, pemerintah telah mengalihdayakan sebagian besar pekerjaan kepada kelompok masyarakat sipil atau mantan pejuang terkemuka. Seorang mantan anggota JI, Arif Budi Setyawan, yang dipenjara selama tiga tahun, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa program “pembinaan” yang dia ikuti di penjara – yang disediakan oleh penjara, BNPT dan Densus 88 – membantunya mengubah cara hidupnya.

Dia menghabiskan dua tahun dan dua bulan di penjara setelah remisi dan dibebaskan pada 2017.

“Deradikalisasi dari penjara menggunakan pendekatan pribadi yang bekerja dengan narapidana setiap hari, sedikit demi sedikit,” katanya. “Cara ini, meskipun lambat, cukup efektif bagi sebagian narapidana untuk mengubah cara berpikirnya, dari membenci negara menjadi bersedia menerima dan berdamai dengan negara.”

Program dari BNPT ini lebih terstruktur, katanya, dengan melibatkan pakar dan akademisi dari bidang psikologi, sosiologi dan agama.

Sayangnya, kata Setyawan, BNPT hanya menyelenggarakan sekitar dua atau tiga kegiatan per tahun, sedangkan Densus 88 melakukan kegiatan lebih intensif melalui dialog dan diskusi dengan narapidana setiap bulan.

Halaman: 345Lihat Semua