Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Narapidana Dalam Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai, Provinsi Riau. Pertimbangan atas pemilihan 2 daerah tersebut, karena memiliki Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang warga binaannya relatif banyak, serta banyaknya kasus Gugatan Perceraian yang melibatkan Narapidana sebagai Tergugat.
Di Pengadilan Agama Bengkalis ada 6 kasus, sedangkan di Pengadilan Agama Dumai ada 9 kasus perkara Perceraian dengan Narapidana sebagai Tergugat.
4. Pembahasan
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena telah melakukan suatu tindak pidana. Sesuai pengertian tersebut, orang yang dinamai narapidana hilang sebagian kemerdekaannya untuk sementara dan diberi hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Karena telah hilang sebagian kemerdekaannya, maka suami yang berstatus sebagai narapidana tidak bisa memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai seorang suami kepada istrinya. Maka pada keadaan yang demikian, tidak jarang seorang istri meminta cerai kepada suaminya karena hak-hak dan kewajiban yang harus diberikan oleh suaminya tidak terpenuhi.
Pasal 19 huruf (c) PP No 9 Tahun 1975 mengatur bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Hal tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Memang kesannya betapa tidak manusiawinya seorang istri jika suaminya dipenjara kemudian si istri mengajukan perceraian. Harus juga diingat bahwa selama mendekam di penjara, suami atau istri juga tidak bisa menjalankan kewajiban-kewajibannya terlebih jika harus menunggu dalam waktu yang tidak sedikit.