Kisah Transgender Asal Malaysia Nur Sajat yang Nekat Menggunakan Hijab : Saya Harus Lari dan Meninggalkan Keluarga
Pada bulan September, Menteri Agama Idris Ahmad mengatakan: “Jika dia mau datang kepada kami, mengaku salah, jika dia mau kembali ke fitrahnya yang sebenarnya, tidak ada masalah. Kami tidak ingin menghukumnya, kami hanya ingin mendidiknya."
Mohammad Asri Zainul Abidin, Mufti, atau penasihat senior Islam di negara bagian Perlis, mengatakan, "Bagi saya Sajat adalah kasus yang terisolasi," katanya.
"Sajat melakukan banyak hal yang memprovokasi otoritas agama untuk bereaksi. Biasanya dalam Islam kami tidak ikut campur dalam masalah pribadi. Itu antara Anda dan Tuhan. Tapi kami tidak akan pernah mengakui dosa ini. Jika Anda hanya merasa Anda seorang wanita, dan ingin untuk memasuki toilet wanita, Anda tidak bisa melakukan itu."
Malaysia memiliki sistem hukum jalur ganda, dengan hukum syariah Islam yang digunakan di 13 negara bagian dan tiga wilayah federal negara itu untuk mengatur masalah keluarga dan moral bagi 60% penduduk yang beragama Islam. Ini menciptakan masalah konstan bagi komunitas LGBTQI.
“Hukum Syariah secara khusus menargetkan komunitas kami di setiap negara bagian,” kata Nisha Ayub, seorang juru kampanye transgender yang pernah dipenjara karena mengenakan pakaian wanita.
"Dan karena keberadaan Hukum Syariah kami memiliki politisi, pemimpin, otoritas agama yang memberikan pernyataan yang sangat negatif tentang masyarakat. Dan ini menciptakan lingkungan yang sangat tidak aman dan tidak memungkinkan bagi kami."