Hikmah Puasa Hari Ke 28, Meminta Pertolongan Allah Melalui Sabar dan Shalat
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzãb [33]: 56) Dalam ayat tersebut disebutkan kata “yushallûna” yang berarti “shalat”. Ia berkedudukan sebagai kata kerja dengan dhamir jama’ mudzakkar salim, yakni Allah SWT dan para Malaikat-Nya “shalat” (tersambung / terhubung) kepada Nabi SAW. Lalu Allah SWT memerintahkan orang beriman untuk “Shalat” (menyambungkan / menghubungkan dirinya) kepada Nabi SAW.
Jadi, dalam mafhûm al-mukhãlafah (pemahaman terbalik) seolah Allah SWT mengatakan: “… Hai orang-orang yang beriman, sambungkanlah jiwamu kepada Nabi, karena Nabi tersambung (terhubung) kepada-Ku”.
Dengan demikian, sabar dan shalat adalah dua terminologi yang dalam khazanah kejiwaan manusia merupakan sebuah kekuatan Allah SWT yang “disematkan” di dalam diri manusia. Sehingga penderitaan yang dialami manusia, jika dihadapi dengan sabar dan shalat, adalah sebuah “arena” pembentukan jiwa yang kokoh yang bakal “tahan/kebal” dari fluktuasi rasa manusia yang
kadang senang kadang susah, kadang menderita kadang bahagia, kadang sempit kadang lapang. Terminologi sabar dan shalat adalah dua keadaan yang bertujuan untuk mendorong diri kita untuk mendekati Allah SWT.
Karena itu, dua keadaan tersebut harus dimasuki dengan terlebih dahulu membuka pintu kesadaran dengan mengembalikan segala sesuatunya hanya kepada Allah SWT. Bahwa semua kita adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada Allah SWT.
Orang yang bersabar dikategorikan oleh Allah sebagai orang yang lulus ujian. Kepada mereka Allah SWT akan memberikan kabar gembira. Sebagaimana janji-Nya: