Jokowi Didesak PBHI untuk Cabut Paket Kebijakan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Bahkan mirisnya terjadi konflik kepentingan karena ada beberapa nama yang terlibat atau Pelaku Pelanggaran HAM Berat yang berasal dari institusi Pelanggar HAM Berat juga.
"Tentu ini yang sebenarnya menghalangi penyelesaian di level pengungkapan kebenaran, pengadilan HAM (ajudikasi) dan reformasi institusional. Sebaliknya, kebijakan ini memang berniat jahat untuk menghambat penyelesaian yang sebenarnya karena memasukkan nama dan instansi asal Pelanggar HAM," ujar Julius.
Adapun Inpres No. 2/2023 mempertegas ketiadaan pengadilan dengan menggunakan kata “dugaan” sebelum “pelanggaran HAM Berat” pada bagian tugas untuk Jaksa Agung. PBHI menyebut kata “dugaan” tidak ada di pasal atau ayat lainnya, justru langsung menyebutkan “peristiwa pelanggaran HAM Berat..”.
"Padahal peran utama Jaksa Agung dalam kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat adalah untuk melakukan penuntutan di hadapan pengadilan HAM. Artinya, proses pengadilan akan tetap ditiadakan," sebut Julius.
Atas dasar itu, PBHI menuntut agar Presiden Jokowi mencabut Keppres 4/2023 dan Inpres 2/2023. Kedua, Presiden Jokowi diminta mengambil kebijakan holistik dan komprehensif untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu, dengan merunut pengungkapan kebenaran, pengadilan, reformasi institusional dan reparasi korban secara utuh.
Ketiga, Presiden Jokowi diminta memerintahkan Jaksa Agung segera menindaklanjuti Rekomendasi Komnas HAM untuk melakukan penuntutan di Pengadilan HAM.