Jokowi Didesak PBHI untuk Cabut Paket Kebijakan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
RIAU24.COM - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengkritik pedas terbitnya aturan tindaklanjut dari tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM). PBHI mendesak Presiden Joko Widodo mencabut aturan tersebut.
Aturan yang dikritik PBHI ialah Keppres No. 4/2023 Tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Yang Berat dan Inpres No. 2/2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Yang Berat.
"Kebijakan ini menegaskan adanya strategi gimmick dan cuci dosa negara yang justru melanggengkan pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).
PBHI menyoroti beberapa hal atas terbitnya regulasi itu. Pertama, tidak terpenuhinya prinsip transparansi dan partisipatif sehingga tidak mengakomodasi kepentingan korban berupa pengungkapan kebenaran, ajudikasi, reformasi institusional dan reparasi korban. Padahal pengungkapan kebenaran atas peristiwa yang terjadi di masa lalu menurut PBHI sangat mendesak.
"Mengenai siapa pelaku dari instansi mana, apa perbuatannya dan apa alasannya yang harusnya jadi dasar ajudikasi dan reformasi institusional untuk menghentikan impunitas pelaku serta menjamin tidak ada keberulangan peristiwa, lalu reparasi melalui identifikasi apa dampak dan kerugian bagi korban," ujar Julius.
Berikutnya, Keppres Nomor 4/2023 memandatkan 19 orang Tim dan 46 orang Tim Pelaksana. Namun PBHI menyayangkan tidak ada proses seleksi terbuka dan pemeriksaan latar belakang serta kapasitas mereka terkait HAM.