Miris, Kisah Para Warga yang Tinggal di Desa yang Terendam Banjir Ini Jadi Perhatian Warganet
Jaka Sadewa (kanan), istrinya Sri Wahyuni dan anaknya Bima di depan rumahnya di Timbulsloko [Dita Alangkara/AP Photo]
Sri Wahyuni duduk di kusen pintu kayu yang ditinggikan, menyaksikan sesama penduduk desa sesekali lewat di atas peron kayu di atas air. Terasnya, yang sudah ditinggikan oleh lapisan beton, berada di bawah air sekitar 10 cm.
Wahyuni, 28, dan suaminya Jaka Sadewa, 26, pindah ke desa setelah mereka menikah pada 2018. Dia mengatakan ketika mereka pindah ke sini airnya tidak seperti ini. Anda masih bisa mengendarai sepeda motor di sepanjang jalan utama melalui desa, dan ketinggian air selalu kembali normal, jelasnya.
Namun seiring berjalannya waktu, Wahyuni mulai menyadari bahwa air semakin jarang surut, menambah jumlah hari rumah mereka kebanjiran. Mereka memutuskan untuk melakukan apa yang mereka bisa untuk mengangkatnya di atas air — menambahkan lapisan beton pada awalnya, dan akhirnya membangun tingkat kayu permanen di atas air. Meski begitu, terkadang air masih masuk ke dalam rumah. Namun, jika mereka tidak mengangkat rumah, mereka akan terendam air setinggi leher, kata Wayuni.
Putra mereka yang berusia tiga tahun, Bima, duduk di pangkuan Sadewa. Sementara Wahyuni, yang tumbuh di desa, ingat bermain di sawah, melihat orang dewasa memanen jagung dan melihat ular meluncur di rumput, putranya tidak akan mengalami hal yang sama. Dia bilang dia harus menyesuaikan diri, tapi dia juga berharap dia punya kesempatan untuk tinggal di tempat lain saat dia dewasa.
"Saya khawatir setiap tahun airnya akan semakin tinggi. Tapi kami tidak punya sumber daya," katanya. "Jika kami memiliki sumber daya, kami akan pindah."