Kisah PKPRM Mangrove di Riau: Warga Desa Bagai Kenduri di Masa Pandemi
RIAU24.COM - Padat Karya Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PKPRM) Mangrove merupakan program padat karya yang didanai APBN. Dengan tujuan utama membantu ekonomi warga di masa sulit pandemi Covid-19, serta sebagai upaya pemulihan lingkungan di kawasan pesisir.
Pulau Bengkalis, Provinsi Riau menjadi satu di antara prioritas lokasi pelaksanaan PKPRM Mangrove di 2020-2021. Sekira 121 Km kawasan pesisir di pulau terdepan Indonesia tersebut sudah berpuluh tahun alami ancaman abrasi.
''Inilah program pemerintah pertama yang benar-benar langsung dirasakan masyarakat manfaatnya. Karena yang mengerjakan semuanya masyarakat, mulai dari pembibitan, pemasangan ajir, sampai penanaman, semua dibayar negara langsung ke rekening anggota,'' sebut Solihin (46), pembina IPMPL.
Kegiatan PKPRM Mangrove di Desa Muntai Barat berada di area seluas 100 ha. Dengan pola tanam 1x1 meter, maka per hektar kawasan pantai yang terancam abrasi di Desa Muntai Barat, ditanami sekitar 10 ribu bibit propagul. Artinya ada sekitar 1 juta bibit propagul yang ditanam di sepanjang garis pantai desa Muntai Barat. Propagul adalah buah mangrove yang telah mengalami perkecambahan.
IPMPL sendiri melaksanakan kegiatan PKPRM Mangrove yang menjangkau tiga desa berdekatan, yakni Muntai, Muntai Barat dan Pambang Pesisir, maka diperkirakan ada sekitar 2,1 juta bibit propagul yang ditanam di garis pantai ini, dengan melibatkan warga dari tiga desa. Khusus di dengan pelibatan 10.710 tenaga kerja atau Hari Orang Kerja (HOK). Hampir seluruh warga desa terlibat dalam kegiatan ini dan mendapatkan pendapatan Rp110.000.000/HOK.
Mulai dari pengadaan bibit, pengerjaan, hingga penanaman, seluruhnya memiliki hitungan pembiayaan yang langsung dibayarkan ke rekening kelompok dan rekening masing-masing anggota atau account to account. Karena tantangan menanam mangrove di kawasan pesisir ini sangat tidak mudah, maka hitungan yang dibayarkan adalah jumlah bibit dan luas mangrove yang berhasil ditanami masyarakat. Bilamana ada bibit yang akhirnya mati, kerja keras masyarakat yang telah menanam tetap dihargai.