Kemiskinan dan Stigma Buruk di Balik Jenazah yang Mengambang di Sungai Gangga India
Di distrik yang berbatasan dengan negara bagian Bihar, Kavita Devi yang berusia 32 tahun berduka atas kematian suaminya yang meninggal karena “komplikasi mirip COVID-19” pada 24 April.
“Kami harus membenamkan mayat suami saya di Sungai Gangga karena kami tidak diberi kayu bakar,” kata ibu tiga anak itu kepada Al Jazeera.
“Kami sudah dalam krisis keuangan karena semua uang dihabiskan untuk pemakaman saudara ipar saya yang meninggal sehari sebelumnya.”
Kavita mengatakan adik iparnya, ayah mertuanya dan kerabat lainnya memutuskan untuk membawa mayatnya ke tepi sungai dan menenggelamkannya di sungai. Suaminya berprofesi sebagai tukang batu dan satu-satunya pencari nafkah untuk keluarga yang terdiri dari lima orang. Durga Chaurasia, mantan kepala dewan desa di Gahmar, mengatakan lebih dari dua lusin orang meninggal di desa itu setelah jatuh sakit.
“Banyak orang membenamkan mayat di sungai karena kondisi keuangan mereka yang buruk,” katanya kepada Al Jazeera.
Soni Kumar, seorang warga Raniganj di distrik Araria negara bagian Bihar, mengatakan bahwa dia harus mengubur mayat orang tuanya di ladang setelah penduduk desa menentang kremasi orang tuanya karena takut tertular COVID-19. Soni, 18, kehilangan ayahnya pada 3 Mei dan ibunya empat hari kemudian.