Puluhan Kepala Keluarga di NTT Digusur, Masyarakat Adat Besipae Skeptis Terhadap Proyek Pemetaan di Indonesia
Seorang perwakilan pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur membenarkan kepada Al Jazeera bahwa mereka telah menggunakan gas air mata untuk mengusir masyarakat. “Suara gas air mata membuat mereka bangun dan pergi… itu bukan kekerasan, gas air mata tidak membahayakan mereka,” kata perwakilan Pemerintah Provinsi Nusa Tengara Timur Sony Libing.
“Lahan tersebut merupakan aset Pemprov dengan potensi yang sangat besar. Kami harus merelokasi orang yang tinggal di sana untuk mengembangkan pertanian dan peternakan sapi. "
Kepemilikan tanah telah menjadi sengketa selama beberapa dekade. Pada 1980-an, itu menjadi peternakan sapi sebagai bagian dari proyek dengan pemerintah Australia. Menurut masyarakat adat Besipae, sesepuh desa menyewakan tanah tersebut dengan syarat masih milik masyarakatnya. Namun pemerintah daerah mengatakan masyarakat telah melepaskan hak mereka atas tanah.
“Kemiskinan di kabupaten itu tinggi dan tanahnya memiliki potensi, itulah mengapa kami memilihnya. Itu sudah menjadi aset pemerintah, ”kata Libing.
“Sertifikat tanah adalah dokumen negara. Kami telah memberi tahu mereka, bawa kami ke pengadilan. Biarkan pengadilan memutuskan siapa pemilik yang sah. "
Ketidaksepakatan tentang tanah adalah hal biasa di seluruh Indonesia, dan perusahaan, pemerintah daerah, dan masyarakat adat seringkali berselisih tentang siapa yang memiliki apa. Sekitar 40 persen dari daratan Indonesia disengketakan dan ada ratusan sengketa tentang tanah yang terus berlanjut. Ini adalah masalah yang ingin diselesaikan oleh pemerintah Indonesia - dengan database peta nasional yang telah dibuat hampir 10 tahun.