Arab Saudi Bangun Pabrik Rudal Balistik, Antisipasi Nuklir Iran?
Hanya dua tahun setelah konflik itu berakhir pada tahun 1988, Irak menginvasi Kuwait, mendorong tanggapan militer AS yang besar ketika serangan ke Arab Saudi yang kaya minyak dikhawatirkan dan pasukan Irak menembakkan rudal ke kerajaan.
AS kemudian menggulingkan pemerintah Irak pada tahun 2003 dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal, sebuah langkah yang memicu pemberontakan Muslim Sunni yang keras.
Tahun lalu, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan mantan Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir sekarang memperingatkan bahwa kerajaan akan mencari senjata nuklir jika Iran terus meningkatkan persenjataan nuklirnya.
Teheran sendiri berkilah, program nuklirnya tidak pernah dimaksudkan untuk persenjataan dan telah mematuhi ketentuan kesepakatan tahun 2015 yang membatasi produksinya. Tetapi perjanjian ini terancam tahun lalu oleh keputusan administrasi Trump untuk meninggalkan perjanjian dan mengembalikan sanksi.
Iran sejauh ini tetap mematuhi perjanjian tersebut karena sesama penandatangan China, Prancis, Jerman, Rusia dan Inggris berupaya menyelamatkan pengaturan setelah penarikan AS, tetapi para pejabat Iran telah memperingatkan mereka dapat memulai kembali produksi nuklir di titik mana pun.
Sedangkan di Arab Saudi, Pangeran Mohammed sudah meluncurkan proyek nuklir pertama negara itu pada bulan November, yang juga seolah-olah hanya untuk keperluan energi.***