Menu

Arab Saudi Bangun Pabrik Rudal Balistik, Antisipasi Nuklir Iran?

Satria Utama 25 Jan 2019, 09:49
Rudal buatan Arab Saudi
Rudal buatan Arab Saudi

RIAU24.COM -  Arab Saudi dilaporkan membangun pabrik rudal balistik pertama di tengah meningkatnya upaya Amerika Serikat dan Israel untuk melawan musuh bersama Iran.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh The Washington Post, Rabu kemarin, para ahli terkemuka mengatakan, citra satelit sejak November menunjukkan pabrik rudal balistik debutan Arab Saudi yang terletak di pangkalan rudal di dekat pusat kota Al-Watah.

Jeffrey Lewis, seorang ahli senjata nuklir di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey dan pendiri blog Arms Control Wonk dan timnya menemukan foto-foto itu tersebut.

Temuan ini juga dikonfirmasi oleh Michael Elleman dari Institut Internasional untuk Studi Strategis yang berbasis di London dan Joseph Bermudez dari Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington.

Fabian Hinz, yang bekerja bersama Lewis dan sesama peneliti David Schmerler, mengatakan kepada Newsweek bahwa analisis mereka menunjukkan bahwa sudah terjadi perlombaan produksi rudal di Timur Tengah. "Arab Saudi telah memiliki rudal sejak 1980-an, tetapi pada awalnya itu sangat terbatas. Kemudian mereka mulai mengembangkannya. Dan sekarang, fakta bahwa mereka membangun sebuah pabrik dan besarnya kekuatan rudal mereka menunjukkan bahwa mereka benar-benar berkomitmen secara strategis untuk rudal," kata Fabian.

Laporan media tentang pangkalan rudal balistik Saudi di Al-Watah pertama kali muncul dalam bentuk artikel yang diterbitkan pada Juli 2013 oleh IHS Jane's Defense Weekly. Situs ini mengungkapkan citra satelit yang tampaknya menunjukkan situs-situs rudal yang sedang dibangun untuk mengakomodasi penyebaran rudal balistik jarak menengah Dongfeng DF-3A Cina, yang dibeli pada 1980-an selama perang brutal antara musuh-musuh regional Irak dan Iran.

Hanya dua tahun setelah konflik itu berakhir pada tahun 1988, Irak menginvasi Kuwait, mendorong tanggapan militer AS yang besar ketika serangan ke Arab Saudi yang kaya minyak dikhawatirkan dan pasukan Irak menembakkan rudal ke kerajaan.

AS kemudian menggulingkan pemerintah Irak pada tahun 2003 dengan dalih memiliki senjata pemusnah massal, sebuah langkah yang memicu pemberontakan Muslim Sunni yang keras.

Tahun lalu, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dan mantan Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir sekarang memperingatkan bahwa kerajaan akan mencari senjata nuklir jika Iran terus meningkatkan persenjataan nuklirnya.

Teheran sendiri berkilah, program nuklirnya tidak pernah dimaksudkan untuk persenjataan dan telah mematuhi ketentuan kesepakatan tahun 2015 yang membatasi produksinya. Tetapi perjanjian ini terancam tahun lalu oleh keputusan administrasi Trump untuk meninggalkan perjanjian dan mengembalikan sanksi.

Iran sejauh ini tetap mematuhi perjanjian tersebut karena sesama penandatangan China, Prancis, Jerman, Rusia dan Inggris berupaya menyelamatkan pengaturan setelah penarikan AS, tetapi para pejabat Iran telah memperingatkan mereka dapat memulai kembali produksi nuklir di titik mana pun.
Sedangkan di Arab Saudi, Pangeran Mohammed sudah meluncurkan proyek nuklir pertama negara itu pada bulan November, yang juga seolah-olah hanya untuk keperluan energi.***

 

R24/bara