Biadab! 8 Jurnalis Mahasiswa jadi Korban Sikap Represif Aparat Tolak UU TNI di Malang

RIAU24.COM -Sebanyak delapan orang aktivis lembaga pers mahasiswa atau LPM dari berbagai perguruan tinggi jadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang pada Minggu, 23 Maret 2025.
Demonstrasi tersebut diwarnai kericuhan dan delapan jurnalis mahasiswa tersebut dibentak, dimaki-maki, diseret, dan dipukuli. Pelakunya diduga aparat keamanan gabungan polisi dan militer.
Merlansir Tempo.co, Selasa (25/3/2025), Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang Delta Nishfu membenarkan ada delapan jurnalis mahasiswa, termasuk dirinya, yang mengalami kekerasan.
Saat kejadian, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang itu sedang mendokumentasikan aksi massa pendemo dalam jarak dekat, tepatnya di area bundaran tugu balai kota, dengan menggunakan telepon genggam. Tiba-tiba ia ditarik dan diseret. Kejadiannya sekitar pukul 18.40 WIB atau saat aparat menyerang demonstran.
Lalu, ada anggota LPM Kavling 10 Universitas Brawijaya yang dipukuli di bagian kepala dan punggung. Pemukulan baru berhenti setelah anggota Kavling 10 ini menunjukkan kartu pers.
Kekerasan juga dialami aktivis pers mahasiswa saat mereka berjalan meninggalkan lokasi unjuk rasa, seperti yang dialami dua awak Kavling 10. Keduanya mendapat tindakan represif saat di depan Hotel Splendid.
Memang tiada luka berdarah, tapi seorang korban mengalami bengkak di bagian kaki dan seorang lagi benjol kepalanya.
Aksi unjuk rasa itu semula berjalan lancar dan damai. Massa yang menamakan diri Arek-Arek Malang berorasi dan memeragakan aksi teatrikal. Orasinya bertema penolakan UU TNI yang menurut mereka hanya merusak demokrasi dan bisa mengembalikan Indonesia ke suasana era Orde Baru.
Penolakan juga mereka ekspresikan melaui coretan-coretan di aspal, serta menempelkan pamflet di tembok pagar gedung DPRD Kota Malang.
Mereka juga membawa berbagai spanduk berisi tuntutan mereka, seperti menolak pemberlakuan UU TNI dan adili mantan Presiden Joko Widodo.
Saat pendemo beraksi, aparat gabungan dari Kepolisian Resor Malang Kota, Komando Distrik Militer (Kodim) 0833/Kota Malang, serta Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang tampak sudah sangat bersiaga.
Situasi berubah makin memanas saat massa mulai membakar berbagai barang di luar tembok pagar dan halaman gedung DPRD. Mereka juga melempar petasan.
Berdasarkan kronologi aksi demonstrasi yang dibagikan oleh akun X Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Pos Malang, aksi berlangsung dengan tertib hingga sekitar pukul 17.45, bertepatan dengan waktu azan magrib.
Para pendemo sempat sejenak menghentikan aksi untuk berbuka puasa bersama hingga sekitar pukul 18.00. Setelah itu, mereka melanjutkan dengan aksi teatrikal simbolis selama kurang lebih 15 menit.
Setelahnya situasi makin memanas sampai akhirnya aparat kepolisian dan TNI merangsek dan menyisir seluruh lokasi unjuk rasa, serta membubarkan massa di sekitar balai kota, tepatnya di Jalan Gajahmada (jalan pemisah balai kota dan gedung parlemen), Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Pajajaran.
Penyisiran di Jalan Gajahmada dilakukan sekitar dua pleton personel gabungan yang membawa tongkat pemukul. Akibatnya, sejumlah peserta aksi ditangkap, diintimidasi, dan dipukuli.
(***)