Mengubur Mimpi Punya Tanah di Bali – Warga Terjepit di tengah Perkembangan Wisata dan Kebutuhan Hidup

RIAU24.COM - Pesona Bali sebagai destinasi wisata paling populer di Indonesia—bahkan salah satu yang terpopuler di dunia—membuatnya tidak hanya menarik untuk turis, tapi juga investor. Perkembangan yang terlihat menguntungkan ini justru disebut menjadi gejala overtourism dan mendatangkan masalah buat warga lokal, meski pemerintah menyanggahnya.
Ni Made Fitri Apriyani lahir dan besar di Bali. Tapi memiliki rumah dan tanah sendiri di Pulau Dewata adalah “tidak mungkin” dan hanyalah impian semata baginya. Penghasilannya sebesar Rp3 juta-5 juta per bulan sebagai staf di sebuah vila, sudah habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Belum lagi kalau ada keperluan upacara agama. Kayaknya buat beli tanah [atau rumah], jauh banget,” ujar Fitri, nama panggilannya.
Harga tanah di Batubulan, Gianyar—yang menjadi impian Fitri—sekarang sudah mencapai Rp300 juta per 100 meter persegi.
Perempuan berusia 32 tahun itu menduga, kenaikan harga itu sebagian disebabkan oleh banyaknya pendatang—baik dari dalam maupun luar negeri—yang ke Bali bukan untuk berwisata, melainkan menetap.
Sejumlah data mengungkap kenaikan harga tanah dan rumah di Bali dalam beberapa tahun terakhir.