Menu

Prabowo Galakkan Kembali Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Devi 9 Jan 2025, 10:08
Prabowo Galakkan Kembali Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Prabowo Galakkan Kembali Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

RIAU24.COM - Salah satu dari lima poin kebijakan terpenting yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto pada Konsultasi Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta pada 30 Desember  2024 adalah mendesak perluasan besar-besaran perkebunan kelapa sawit karena peran strategis komoditas ini dalam perekonomian Indonesia dan dalam pasokan minyak nabati global.

“Saya melihat dalam kunjungan resmi ke luar negeri, banyak negara yang khawatir tidak akan bisa mendapatkan pasokan minyak kelapa sawit yang cukup dari Indonesia, karena permintaan pasar internasional terhadap komoditas tersebut terus meningkat,” tutur Presiden.  

Ia bertanya-tanya mengapa penggundulan hutan besar-besaran sering disalahkan pada komoditas ini padahal minyak sawit dipanen dari pohon-pohon dengan banyak daun yang menyerap karbon dioksida.

"Oleh karena itu, kita harus memperluas perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran dan dengan ini saya perintahkan kepada gubernur, bupati, dan seluruh aparat penegak hukum untuk melindungi perkebunan kelapa sawit yang ada. Itu aset negara," tegas Prabowo.

Bahkan sebelum Prabowo terpilih dan dilantik, ia sering menunjukkan peran strategis minyak kelapa sawit sebagai sumber pangan, serta berbagai barang konsumsi dan biofuel lainnya. Ia mengecam kampanye negatif internasional yang terus-menerus, terutama di Eropa, terhadap komoditas tersebut.

Banyak penelitian nasional dan internasional juga mencatat meningkatnya peran minyak sawit tidak hanya dalam perekonomian Indonesia, tetapi juga sebagai sumber lebih dari 40 persen konsumsi minyak nabati dunia.

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa industri kelapa sawit telah menyebar pusat-pusat pertumbuhannya ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, yang berkontribusi besar dalam mengurangi kemiskinan di daerah pedesaan sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang. 

Indonesia kini menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 55 juta ton pada tahun 2023 dan menguasai pangsa pasar kelapa sawit global sebesar 54 persen.

Penggunaan minyak kelapa sawit dalam biodiesel mencapai 46 persen dari total konsumsi tahun lalu, dengan industri makanan mengambil alih 44 persen dan industri oleokimia 10 persen. 

Konsumsi minyak kelapa sawit global untuk makanan, bahan bakar, dan produk bernilai tambah lainnya telah tumbuh secara eksponensial, tetapi sayangnya permintaan tidak sesuai dengan pertumbuhan produksi yang proporsional. 

Yang lebih menggembirakan dalam hal kesetaraan, sekitar 40 persen dari total perkebunan kelapa sawit Indonesia yang sekitar 16,5 juta hektar dimiliki oleh 6,7 juta petani kecil dan industri kelapa sawit secara langsung dan tidak langsung mempekerjakan sekitar 16 juta orang.

Penebangan hutan, yang disebabkan oleh pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran sejak awal tahun 1990-an, segera setelah investor swasta diizinkan memasuki sektor tersebut, telah memberikan Indonesia reputasi buruk sebagai salah satu penghasil karbon terbesar di dunia.

Namun, persepsi global tentang deforestasi dan kelapa sawit di Indonesia telah berubah drastis berkat pendidikan publik yang terus menerus dan tata kelola yang lebih baik. Para ahli sepakat bahwa Indonesia telah mampu menahan degradasi hutan primer dan kawasan konservasi, dan kelapa sawit tidak boleh dikaitkan dengan deforestasi.

Pernyataan kebijakan Presiden tersebut menandai titik balik bagi kelapa sawit Indonesia setelah bertahun-tahun mengalami moratorium penerbitan izin baru dan lisensi pengembangan perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2011. Perubahan kebijakan yang drastis ini juga didorong oleh kesadaran akan nilai strategis minyak kelapa sawit terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa, serta pengakuan bahwa minyak kelapa sawit terbukti sebagai salah satu komoditas yang paling ramah lingkungan.

Oleh karena itu, perluasan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dipandang sebagai salah satu alternatif terbaik yang dimiliki negara ini untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan manfaat sosial ekonomi optimal bagi jutaan penerima manfaat dengan jejak karbon paling sedikit. Namun kebijakan baru tersebut harus didukung oleh pedoman untuk memastikan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran akan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, sebagaimana tercantum dalam konsep lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Konsep ini juga telah ditetapkan dalam program Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang diluncurkan pada tahun 2011.

Tanpa pedoman kebijakan yang jelas, pernyataan Prabowo dapat diartikan sebagai ambisi Indonesia yang kuat untuk meningkatkan produksi minyak kelapa sawitnya bahkan dengan mengorbankan lingkungan. Prabowo telah berkomitmen untuk meningkatkan kandungan minyak kelapa sawit wajib dalam campuran biodiesel menjadi 40 persen (B40) pada tahun 2025, yang akibatnya akan meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit. Untuk memenuhi pertumbuhan permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut, perluasan perkebunan kelapa sawit menjadi keharusan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) telah mengonfirmasi bahwa terdapat area luas lahan dengan stok karbon rendah yang dapat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa menyentuh hutan primer. Secara teknis, budidaya kelapa sawit masih dapat dilakukan di semua jenis lahan dengan input dan praktik agronomi yang bervariasi.  

Kami berpendapat bahwa Prabowo sendiri telah diberi pengarahan oleh menterinya tentang keberadaan lahan kritis yang luas dan dapat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Seruan Prabowo untuk menggenjot produksi hulu kelapa sawit menandakan pengakuan kelapa sawit sebagai aset strategis nasional yang mesti dilindungi dan dikelola dengan baik agar tetap lestari manfaatnya secara ekonomi dan sosial bagi rakyat Indonesia. Namun, menteri kehutanan, pertanian, dan lingkungan hidup perlu mengumumkan informasi terperinci tentang lokasi-lokasi lahan terdegradasi yang layak untuk ditanami kelapa sawit. Transparansi semacam itu diperlukan untuk meningkatkan ketertelusuran minyak sawit kita.

Pemerintah harus memfokuskan kembali upayanya untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan dengan mengembangkan perkebunan baru di Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, tetapi kita perlu memastikan keberlanjutan operasional melalui penunjukan wilayah khusus untuk perkebunan kelapa sawit baru.

Kami berharap kementerian terkait segera mengambil tindakan untuk menindaklanjuti dan memberlakukan peraturan khusus sebagai pedoman bagi penanaman kelapa sawit baru di daerah. Pedoman yang mengikat tersebut sangat penting untuk lebih mendorong industri kelapa sawit baik di hulu maupun hilir.

Namun, peraturan baru tersebut harus didukung oleh peta jalan pengembangan jangka panjang, yang memerlukan tata kelola yang lebih baik serta perluasan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan benih unggul, serta kebijakan pemrosesan hilir dan hulu yang terpadu di bawah prinsip-prinsip standar keberlanjutan ESG.

Dengan kata lain, pemerintah tidak dapat menjalankan bisnis kelapa sawit seperti biasa. Sangat penting untuk meningkatkan dan menegakkan standar keberlanjutan yang lebih ketat sebagai prasyarat untuk penanaman baru di wilayah yang ditetapkan sebagai penanaman kelapa sawit. Dengan kondisi seperti itu, kelapa sawit Indonesia akan terus tumbuh secara berkelanjutan tanpa kontroversi yang tidak perlu. ***