Fakta-fakta Temuan 200 Ribu Kosmetik Ilegal Berisiko Picu Kanker
RIAU24.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI kembali mengidentifikasi ratusan ribu pieces kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya. Dalam kurun waktu Oktober-November 2024 saja, BPOM menyita 235 jenis kosmetik berbahaya-ilegal dengan total sekitar 205.400 pieces.
Kosmetik-kosmetik tersebut ditemukan di empat wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Ratusan ribu kosmetik tersebut ditaksir memiliki nilai ekonomi hingga Rp 8 miliar.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar membeberkan beberapa brand atau merek kosmetik ilegal yang disita, di antaranya:
- Lameila
- Aichun Beauty
- WNP'L
- Milla Color
- 2099
- Xixi
- Jiopoian
- Svmy
- Tanako
- Anylady
Kandungan Kosmetik Berbahaya
Kosmetik ilegal dan berbahaya tersebut diketahui mengandung bahan-bahan berbahaya seperti merkuri, pewarna K3, pewarna K10, rhodamin B, antibiotik, antifungi, hidrokinon, tretinoin, dan steroid.
Taruna menambahkan bahwa dari merek-merek kosmetik yang disita BPOM, tidak sedikit brand skincare yang memang sebelumnya telah berhasil diamankan pihaknya. Namun, kosmetik berbahaya tersebut masih saja 'lolos' dan beredar di pasaran.
"Kok setiap penindakan selalu muncul-muncul lagi (brand yang sama)? Pertama, khusus untuk kasus ini bukan berarti BPOM tidak bertindak tegas, buktinya kami menyita, mengambil, memberikan hukuman," kata Taruna saat konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (30/11/2024).
Mengapa Kosmetik Ilegal Terus Muncul?
"Intinya sesuai supply and demand. Saya melihat beberapa produk dibutuhkan dan banyak laku diinginkan masyarakat. Umumnya produk ini kan dipasarkan secara online, dan (pasar online) bukan kewenangan kami," sambungnya.
Taruna menambahkan bahwa pihaknya tidak memiliki kuasa penuh pada perdagangan elektronik, sehingga BPOM harus bekerja sama dengan pihak e-commerce dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
"Jadi intinya, kenapa ini (merek sama) berulang-ulang (disita)? Bukan karena kami tidak bertindak. Tapi ada yang membutuhkan, ada yang menginginkan, ada yang mau membeli," katanya.
"Dan membelinya mayoritas secara online. Artinya produknya ini ada di beberapa negara, dan lewat sistem borderless sekarang ini, orang yang penting ada kartu kreditnya, mereka bisa bertransaksi," tutupnya.