Benarkah PM Israel Netanyahu Berperat Dalam Penggulingan Pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah?
RIAU24.COM -Israel disebut diam-diam senang atas kejatuhan rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad.
Wakil presiden eksekutif di Quincy Institute for Responsible Statecraft, Trita Parsi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Negeri Zionis kemungkinan senang dengan situasi di Suriah saat ini.
"Di satu sisi, sangat positif bagi mereka untuk memberikan pukulan yang signifikan terhadap Iran, terhadap akses Iran ke Lebanon, dan terhadap poros secara keseluruhan. Namun di sisi lain, apa yang akan terjadi selanjutnya?" kata Parsi di Doha Forum, dikutip dari Al Jazeera.
Parsi menuturkan di masa lalu, pemerintah Israel lebih memilih Al Assad daripada oposisi karena pemerintahannya tak menjadi ancaman bagi Israel.
Kendati begitu, dalam beberapa bulan terakhir, perspektif Israel "tampaknya telah bergeser".
Apa peran sebenarnya yang dimainkan Israel dalam penggulingan Assad di Suriah?
Melapor dari France24.com Senin (9/12), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan penggulingan Bashar al-Assad di Suriah adalah “hari bersejarah… di Timur Tengah” dan runtuhnya “mata rantai utama poros kejahatan Iran.”
Dia juga berkontribusi terhadap jatuhnya pemerintah Bashar Al-Assad.
Ia mengatakan bahwa hal itu adalah akibat langsung dari serangan Israel terhadap Hizbullah dan Iran.
Informasi ini kemudian dikutip oleh media Iran seperti IRNA dan Press TV, yang mengklaim bahwa Israel menjalin komunikasi dengan berbagai faksi oposisi di Suriah.
Bahkan, The Times of Israel menyoroti fakta bahwa HTS selama ini tidak pernah melancarkan serangan terhadap Israel.
Dalam wawancara itu, komandan tersebut secara terang-terangan menyebut bahwa Israel bukan musuh mereka.
"Musuh kami adalah Bashar al-Assad, Iran, dan Hizbullah," ujar komandan tersebut. Ia juga menyampaikan rasa terima kasih atas serangan Israel terhadap Hizbullah dan infrastruktur Iran di Suriah.
Dengan tumbangnya rezim Bashar al-Assad, perhatian kini tertuju pada masa depan politik negara tersebut dan bagaimana pengaruh pihak-pihak eksternal, seperti Iran dan Israel, akan membentuk Suriah pasca-konflik.
(***)