PM Hongaria Tentang Surat Perintah Penangkapan ICC dengan Mengundang Netanyahu
RIAU24.COM - Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán Jumat (22 November) menyampaikan undangan kepada mitranya dari Israel Benjamin Netanyahu untuk mengunjungi negara Eropa itu secara terbuka menentang surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional.
Saat berbicara kepada radio pemerintah, Orban menuduh ICC mencampuri konflik yang sedang berlangsung untuk tujuan politik.
Netanyahu sebagai tanggapan berterima kasih kepada Orban atas kejelasan moral tentang masalah ini, dengan mengatakan Hongaria berdiri kuat di sisi keadilan dan kebenaran.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Israel Yoav Gallant pada Kamis sebelumnya dengan menuduh keduanya menggunakan kelaparan sebagai metode perang.
Langkah itu segera dibanting oleh negara-negara yang berpikiran sama seperti AS, Austria dan Argentina tetapi Hongaria melangkah lebih maju dengan mengundang Netanyahu.
Orban menyebut surat perintah ICC sangat kurang ajar dan sinis, dengan mengatakan dia akan menentang keputusan ini, dan itu tidak akan memiliki konsekuensi baginya.
Perlu dicatat bahwa negara-negara anggota ICC diharuskan untuk mematuhi surat perintah dan menahan tersangka saat mereka menginjakkan kaki di tanah mereka.
Namun, pengadilan tidak memiliki cara untuk menegakkan keputusannya.
Inggris dan Uni Eropa mengatakan mereka terikat oleh piagam ICC dan mengisyaratkan bahwa mereka akan menahan Netanyahu begitu dia memasuki wilayah mereka.
"Inggris akan selalu mematuhi kewajiban hukumnya sebagaimana ditetapkan oleh hukum domestik dan memang hukum internasional," bunyi pernyataan oleh Downing Street.
Uni Eropa pada hari Kamis mengatakan surat perintah terhadap para pemimpin Israel tidak bersifat politik dan harus dihormati.
"Keputusan ini adalah keputusan yang mengikat dan semua negara, semua negara pihak pengadilan, yang mencakup semua anggota Uni Eropa, mengikat untuk melaksanakan keputusan pengadilan ini," kata kepala kebijakan luar negeri Josep Borrell.
Israel di sisi lain mengatakan menyebut langkah itu sebagai antisemit dalam sebuah pernyataan.
(***)