Menu

Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah, Begini Kronologi hingga Ditangkap di Soetta 

Zuratul 19 Nov 2024, 16:58
Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah, Begini Kronologi hingga Ditangkap di Soetta.
Hendry Lie Tersangka Korupsi Timah, Begini Kronologi hingga Ditangkap di Soetta.

RIAU24.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie, tersangka korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Senin (18/11) malam.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan penyidik awalnya telah memeriksa Hendry Lie sebagai saksi kasus korupsi timah pada 29 Februari 2024.

Usai diperiksa sebagai saksi, kata Qohar, pihaknya mendapat informasi dari dari Otoritas Imigrasi Singapura bahwa Hendry Lie sudah berada di Singapura sejak 25 Maret. Hendry Lie mengaku sedang berobat.

"Kemudian yang bersambutan tidak kembali lagi dengan alasan sedang menjalani pengobatan di Singapura, di Mount Elizabeth," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (19/11) dini hari.

Qohar mengatakan penyidik setelah itu melakukan pemanggilan terhadap Hendry Lie untuk diperiksa kembali dalam kasus korupsi timah, namun yang bersangkutan selalu mangkir.

Hendry Lie lalu dilakukan pencekalan berdasarkan keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-043/D/DIP.4/3/2024 pada 28 Maret 2024 selama 6 bulan.

"Selain dilakukan pencekalan terhadap Hendry Lie juga dilakukan permohonan untuk pencabutan paspor ke Imigrasi," ujarnya.

Qohar menyebut pihaknya lalu menetapkan Hendry Lie sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022 pada 15 April.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total 23 orang sebagai tersangka korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. 

Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.

(***)