Menu

Heboh Mafia Skincare, Dermatolog Tegaskan Krim Racikan Tak Boleh Dijual Bebas

Devi 13 Oct 2024, 11:13
Heboh Mafia Skincare, Dermatolog Tegaskan Krim Racikan Tak Boleh Dijual Bebas
Heboh Mafia Skincare, Dermatolog Tegaskan Krim Racikan Tak Boleh Dijual Bebas

RIAU24.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI belum lama ini menjatuhkan sanksi kepada pabrik kosmetik di Bandung, Jawa Barat. Pabrik tersebut diduga menjadi mafia peredaran skincare etiket biru yang berbahaya dan tidak sesuai ketentuan.
Adapun sanksi yang diberikan berupa penutupan sementara pabrik hingga penghentian produksi, yang diberlakukan selama 30 hari kerja sampai tindakan perbaikan dan pencegahan dinyatakan selesai.

Spesialis kulit dr I Nyoman Darma, SpKK (K), menjelaskan etiket biru sebenarnya merupakan penanda dari apotek untuk produk racikan atau krim pengobatan luar alias oles.

"Kami dokter kulit selalu meresepkan racikan etiket biru misalnya untuk kasus eksim yang membutuhkan campuran obat steroid dengan antibiotik," kata dr Darma saat dihubungi detikcom, Minggu (13/10/2024).

"Sekali lagi etiket biru itu bukan skin care, tidak boleh dijual bebas, harus diresepkan oleh dokter dan dikeluarkan oleh apotek atau depo farmasi klinik," sambungnya.

Menanggapi soal mafia peredaran skincare etiket biru, dr Darma mengatakan praktik tersebut bisa merugikan masyarakat.

"Apabila produk yang berlabel BPOM, dengan brand skin care tertentu, kemudian isinya diganti dengan kandungan obat. Ini yang sangat tidak boleh dan berbahaya, karena masyarakat akan mengira kandungannya adalah skincare, padahal isinya adalah obat," terangnya.

Kenapa Banyak yang Tergiur Membeli Skincare Etiket Biru?
Skincare etiket biru sendiri marak beredar dan dibeli oleh masyarakat. Menurut dr Darma, skincare etiket biru diminati bukan karena harganya yang murah, melainkan efeknya yang instan.

"Etiket biru dibeli masyarakat bukan karena harga, tapi karena hasilnya. Hasil penggunaannya akan jauh berbeda dengan skincare biasa," ungkapnya.

"Jadi hasil ini yang diinginkan masyarakat, karena masyarakat Indonesia masih selalu ingin hasil yang lebih instan. Apalagi kandungan merkuri, itu hasilnya jauh lebih instan," tandasnya. ***