Menu

2 dari 5 Generasi Muda Singapura Lebih Pilih Menjomblo, Ini Temuan Studi

Devi 25 Sep 2024, 10:33
2 dari 5 Generasi Muda Singapura Lebih Pilih Menjomblo, Ini Temuan Studi
2 dari 5 Generasi Muda Singapura Lebih Pilih Menjomblo, Ini Temuan Studi

RIAU24.COM - Studi National Youth Council dan Institute of Policy Studies menunjukkan dua dari lima generasi muda di Singapura tidak pernah menjalin hubungan atau berpacaran.
Studi longitudinal ini melacak warga Singapura antara 17 dan 24 tahun pada 2017 selama enam tahun terakhir. Terungkap dalam studi tersebut bahwa alasan banyak yang memilih tidak menjalin hubungan serius terbagi menjadi tiga hal.

Pertama, belum bertemu orang yang tepat. Kedua, memiliki prioritas lebih penting seperti karier. Ketiga, merasa stres saat berkencan di Singapura.

Menikah di awal usia 20-an tampaknya sudah jarang terjadi di Singapura. Mereka yang berusia 20-an, tidak terlalu sering berkencan di masa remaja, lebih senang tinggal di rumah, mengurung diri di kamar, atau berkumpul dengan teman-teman terdekat mereka.

Salah satu anak muda Singapura, memiliki pacar di usia 23 tahun. Ia menjelaskan meskipun orang tua khawatir dan bertanya-tanya mengapa anak muda tampaknya tidak pergi berkencan, banyak dari mereka sebenarnya sibuk bersosialisasi dari kenyamanan kamar mereka.

"Mereka mungkin sedang menggeser aplikasi kencan di sela-sela permainan daring, mengobrol dengan teman, dan sebagainya," tutur pria yang tidak menyebutkan namanya tersebut, dikutip dari CNA.

"Sangat mudah untuk mengeksplorasi minat Anda, menemukan dan menciptakan banyak persahabatan dan komunitas kecil daring. Dan itu juga berarti kita lebih mandiri secara emosional, dan tidak merasa ada yang kurang hanya karena kita tidak pergi berkencan, atau menjalin hubungan."

Tracy Lee, gen X di Singapura menyebut banyak anak muda yang saat ini tidak merasa tertekan saat mereka belum berpacaran atau menjalin hubungan serius.

"Mantan bos saya, yang berusia 60-an, menceritakan kepada saya bahwa dekade terburuk dalam hidupnya adalah usia 20-an. Orang tua, saudara, kolega, teman, dan bahkan masyarakat secara umum, tampaknya mendesak saya untuk menemukan seseorang dan menikah serta segera punya bayi, sangat berbeda dengan saat ini."

Pesan yang diberikan orang tua Gen X kepada anak-anak mereka sama sekali berbeda dari generasi sebelumnya. "Saya memberi tahu keempat putri saya bahwa mereka tidak perlu merasa tertekan untuk menjalin hubungan, atau menikah, atau punya anak. Mereka hanya perlu tumbuh mandiri dan bahagia," katanya.

Putri tertua Tracy, yang berusia 20-an, tidak pernah menjalin hubungan, dan begitu pula dengan kelompok enam teman dekatnya. Sebaliknya, mereka bertemu seminggu sekali di rumah seseorang, untuk makan dan mengobrol sambil membuat kerajinan bersama, merenda, merajut, merangkai manik-manik, atau melukis.

"Memang merupakan perkembangan positif bahwa kaum muda tidak dibuat merasa tidak normal atau kurang karena menjadi lajang. Tren ini juga terjadi di belahan dunia lain."

Sebuah survei terhadap warga muda Jepang yang belum menikah berusia 20 hingga 49 tahun menemukan 34 persen di antaranya tidak pernah berkencan. Alasan paling umum yang diberikan wanita untuk tidak menginginkan pernikahan adalah karena pernikahan membatasi gaya hidup mereka, sementara alasan utama yang diberikan oleh pria adalah hilangnya kebebasan finansial.

Di Korea Selatan, lebih dari 30 persen wanita dan 50 persen pria berusia 30-an masih lajang. Ada juga gerakan sosial wanita muda yang menolak kencan, hubungan, pernikahan, dan menjadi ibu, sebagai protes terhadap misogini di negara tersebut.

Sekarang, pemerintah mungkin merasa khawatir tentang penurunan angka kelahiran dan peningkatan beban pajak pada populasi yang menua.

Namun, kaum muda dinilai tidak dapat disalahkan karena memilih hidup melajang saat mereka menghadapi kenyataan pahit ketidakpastian ekonomi, meningkatnya biaya hidup, dan semakin mahalnya harga rumah. Banyak yang berfokus pada mengurus diri sendiri, apalagi mencari pasangan dan membesarkan anak.

"Sementara itu, jika kaum muda lajang menjalani kehidupan solo yang kaya, memuaskan, dan menarik sambil lebih cermat dalam menentukan apakah, kapan, dan dengan siapa mereka akan berpasangan, itu belum tentu merupakan hal yang buruk," kata Tracy. ***