Menu

Ahli Kritik soal Sikap DPR RI Sahkan RUU Wantimpres 'Sejajar' Dengan Lembaga Negara

Zuratul 22 Sep 2024, 11:50
Ahli Kritik soal Sikap DPR RI Sahkan RUU Wantimpres 'Sejajar' Dengan Lembaga Negara. (Dok, MenpanRB)
Ahli Kritik soal Sikap DPR RI Sahkan RUU Wantimpres 'Sejajar' Dengan Lembaga Negara. (Dok, MenpanRB)

RIAU24.COM - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengkritik pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengubah kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi sejajar dengan lembaga negara. 

Menurutnya, perubahan ini tidak memiliki urgensi dalam penyelenggaraan negara dan berpotensi membebani anggaran negara. 

"Menjadikan Wantimpres sebagai lembaga negara baru membutuhkan kajian mendalam," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/9/2024). 

Dia mengatakan, secara historis, lembaga ini ditempatkan di bawah presiden, bukan sebagai lembaga negara.

"Sekarang tiba-tiba diubah menjadi lembaga negara, tentu harus ada penjelasan akademiknya," ujarnya. 

"Apalagi lembaga ini tidak memiliki urgensi dalam penyelenggaraan negara, karena fungsinya hanya untuk memberikan masukan kepada presiden," tambah dia. 

Feri juga menyoroti potensi pemborosan anggaran yang diakibatkan oleh perubahan status ini. 

Dia menilai bahwa menjadikan Wantimpres setara dengan lembaga negara akan memberikan hak-hak yang sama dengan pejabat negara lainnya, yang artinya akan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. 

"Ini pemubaziran anggaran negara karena Wantimpres akan mendapatkan hak yang sama seperti pejabat lembaga negara lain," katanya.

"Pengeluaran untuk lembaga yang tidak urgen ini akan membebani negara secara finansial," lanjut Feri. 

Selain itu, Feri mengingatkan bahwa jumlah anggota Wantimpres yang tidak dibatasi bisa membuka ruang bagi pembagian kepentingan politik. 

Hal ini menurutnya, berpotensi digunakan sebagai cara untuk menampung partai-partai koalisi yang tidak mendapatkan posisi di kabinet. 

"Jumlah anggota Wantimpres yang tidak terbatas memungkinkan terjadinya pembagian kepentingan politik. Ini bisa menjadi pelipur lara bagi partai-partai koalisi yang tidak mendapatkan posisi menteri, sehingga kepentingan mereka tetap terpenuhi," tegas dia.

(***)