Menu

3.700 Warga Singapura Diprediksi Kena Demensia Dini, Termasuk Gen Z

Devi 6 Sep 2024, 14:52
3.700 Warga Singapura Diprediksi Kena Demensia Dini, Termasuk Gen Z
3.700 Warga Singapura Diprediksi Kena Demensia Dini, Termasuk Gen Z

RIAU24.COM - Sebagian besar warga Singapura tidak menjalani tes demensia dini meski banyak di antaranya yang kerap mengeluhkan gejala pelupa hingga sulit mengerjakan tugas yang sebetulnya sudah dikenal sebelumnya. Keluhan semacam itu juga belakangan dialami usia muda, bahkan sejak 18 tahun.

Survei baru tentang persepsi demensia yang dilakukan pada Agustus oleh Milieu Insight, merilis hasilnya pada Rabu (4/9/2024). Survei dilakukan pada sekitar seribu responden, melalui kemitraan dengan Dementia Singapore, lembaga layanan sosial yang mengkhususkan diri dalam perawatan demensia.

Demensia dini mengacu pada demensia yang terjadi di bawah usia 65 tahun.

National Neuroscience Institute (NNI) mengatakan lebih banyak orang di Singapura yang mengalami gejala demensia pada usia lebih dini. Sekitar 3.700 warga Singapura diperkirakan mengalami demensia dini.

Dari tiga kelompok usia yang disurvei yakni Gen Z (18 hingga 27 tahun), milenial (28 hingga 43 tahun), dan Gen X (44 hingga 64 tahun), rata-rata 53,3 persen mengatakan mereka mungkin akan melakukan tes skrining kognitif untuk demensia jika mengeluhkan gejala.

Namun, di setiap kelompok usia, total 53 persen, 43 persen, dan 44 persen masing-masing mengatakan bahwa mereka tidak mungkin menjalani tes, atau tidak memilih salah satu pun.

Responden beralasan terkendala finansial untuk rutin mengikuti tes semacam itu, sebagai alasan utama tidak menjalani tes, yakni ada 35,6 persen. Diikuti oleh 33 persen yang mengatakan mereka takut mengetahui hasil tes.

Alasan lain, banyak yang merasa tidak perlu melakukan tes yakni sebanyak 23 persen, sisanya percaya diri dengan kesejahteraan dan kesehatan mereka sendiri yakni 21 persen, serta 14,6 persen mengaku demensia bukan merupakan turunan penyakit dalam keluarga mereka.

Temuan survei tersebut dibahas oleh panel yang terdiri dari konsultan NNI Chiew Hui Jin, konsultan senior dan psikiater Rumah Sakit Umum Changi Vanessa Mok, CEO Dementia Singapore Jason Foo, dan kepala penelitian Milieu Insight Nigel Lin.

Dr Chiew, dari departemen neurologi NNI, mengatakan penolakan untuk menjalani tes demensia merupakan masalah umum, dan hal itu khususnya mengkhawatirkan ketika pasien tidak menyadari gejala-gejala mereka meskipun anggota keluarga lain sebetulnya sudah menunjukkan gejala.

"Hal ini karena, pada tahap pra-demensia, pemahaman pasien terhadap gejala-gejala mereka mungkin sudah melemah, sehingga lebih sulit untuk menyangkal bahwa mereka mungkin memiliki kondisi tersebut," katanya, dikutip dari CNA, Kamis (5/9/2024).

Dr Chiew menambahkan, 20 hingga 30 persen pasien dengan gangguan kognitif ringan dapat mengalami demensia setelah tiga tahun, tergantung pada bagaimana mereka mengelola faktor risikonya.

"Kondisi pasien dengan demensia yang terjadi pada usia muda cenderung memburuk lebih cepat dibandingkan dengan demensia pada pasien lanjut usia," katanya.

Tanda-tanda demensia dini

Hampir 95 persen responden menyadari demensia dapat memengaruhi orang di bawah usia 65 tahun. Namun, responden kurang memahami berbagai gejala yang dapat muncul pada mereka yang mengalami demensia.

Sebagian besar mampu mengidentifikasi kelupaan, kesulitan melakukan tugas yang sudah dikenal, dan kesulitan menemukan kata yang tepat sebagai gejala yang berhubungan dengan demensia.

Namun, kurang dari setengahnya mengidentifikasi perubahan suasana hati, penarikan diri atau isolasi sosial, keterampilan motorik yang kikuk, masalah dalam melihat atau menemukan objek, gelisah, dan pusing serta sakit kepala sebagai gejala.

Responden menilai pekerjaan (30 persen) sebagai area kehidupan yang paling terdampak oleh diagnosis demensia dini, diikuti oleh hubungan (21 persen), stabilitas keuangan (17 persen), perawatan pribadi (16 persen), pengelolaan hidup (13 persen), serta hobi dan minat (2 persen).

Khususnya, 59 persen tidak setuju atau mengatakan mereka tidak cukup tahu tentang perubahan gaya hidup yang dapat membantu mengurangi risiko terkena demensia.

Dr. Chiew dari NNI mengatakan meskipun riwayat keluarga demensia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah, orang dapat mengambil tindakan terhadap faktor risiko lainnya.

Faktor risiko tersebut meliputi faktor risiko kardiovaskular seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Faktor gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, dan isolasi sosial juga dapat menjadi penyebabnya.

Tn. Foo dari Dementia Singapore mengatakan orang muda yang telah didiagnosis mengidap demensia dapat mengalami depresi dan mengalami kesulitan menerima atau berbagi kondisi mereka dengan orang lain.

"Demensia hanya bersifat satu arah, kondisinya akan semakin memburuk. Jadi, semakin cepat menerima kondisi tersebut, semakin cepat melakukan sesuatu untuk mengatasinya, saya rasa ada kemungkinan yang lebih besar bahwa kemunduran kondisi tersebut tidak akan berlangsung secepat itu," katanya. ***