Uni Eropa Larang Kandungan BPA di Kemasan Kaleng dan Plastik Akhir 2024
RIAU24.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengeluarkan aturan terkait penggunaan bahan kimia Bisfenol A (BPA) pada kemasan makanan dan minuman. Di Eropa, BPA bahkan akan dilarang pada akhir 2024.
"Negara-negara anggota telah menyetujui proposal dari Komisi untuk melarang Bisphenol A (BPA) dalam bahan kontak makanan (FCM) (makanan dan minuman)," sebagaimana dikutip ec.erupa.eu, Rabu (17/7/2024).
Bahan BPA dilarang digunakan di dalam makanan kaleng, botol air minum, gelas plastik, dan baki, dianggap berbahaya untuk sistem kekebalan tubuh oleh Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA). Perusahaan diberi waktu transisi selama 18 hingga 36 bulan untuk mematuhi larangan ini.
Sebelumnya, BPOM menyebut galon polikarbonat paling banyak beredar di masyarakat dengan presentasi 96% dari total galon air minum bermerek yang beredar.
Berdasarkan data pemeriksaan BPOM selama 2021-2022, kadar BPA yang bermigrasi pada air minum dari 0,6 ppm meningkat berturut-turut hingga 4,58 persen. Hasil pengujian migrasi BPA di ambang 0,05-0,6 ppm, meningkat berturut-turut hingga 41,56 persen.
Adapun peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, terdapat dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a.
Namun, BPOM tidak melakukan perubahan pada ambang batas migrasi BPA ke dalam air minum, dan hanya mengeluarkan regulasi untuk mengatur label peringatan di kemasan galon isi ulang. BPOM tidak melarang penggunaan BPA sama sekali.
Beda dengan EU, BPOM memberikan grace period yang sangat lama untuk pengusaha AMDK, yakni hingga 4 tahun sejak regulasi diberlakukan. Untuk langkah preventif, ESFA sebelumnya secara ekstrem memperketat syarat aman, dalam jumlah angka asupan harian yang bisa ditoleransi (total daily intake/TDI), yang dianggap aman bagi manusia adalah 0,2 nanogram per kilogram (ng/kg) berat badan per hari.
Larangan BPA berlaku untuk bahan yang bersentuhan langsung dengan makanan dan minuman seperti lapisan dalam kaleng logam dan barang-barang konsumen seperti peralatan dapur, piring, botol minum plastik, dan dispenser air.
Menurut ESFA, BPA menjadi campuran plsatik kemasan yang dapat bermigrasi ke makanan dan minuman walau dalam jumlah kecil yang bisa membahayakan kesehatan.
Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA sejak tahun 2011 dalam botol bayi dari jenis plastik keras polikarbonat. Pada 2016 Uni Eropa juga melarang penggunaan BPA dalam kertas penerimaan termal, dan pada tahun 2018 memberlakukan pembatasan lebih lanjut penggunaan BPA dalam botol dan wadah bayi dan anak-anak, cat dan pelapis.
Regulasi label peringatan BPA di Indonesia dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 6 Tahun 2024 mengenai Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018, Label Pangan Olahan. Salah satu nya adalah "Air minum dalam kemasan yang menggunakan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan pada label kemasan, yaitu 'dalam kondisi tertentu,... kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan."
Baca juga:
Komunitas Konsumen Indonesia Apresiasi BPOM Terkait Label BPA
Profesor Junaidi Khotib, Ahli Farmakologi dari Departemen Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, menyambut gembira keluarnya regulasi terbaru BPOM tentang label peringatan BPA pada kemasan galon isi ulang tersebut.
"Peraturan ini juga menjadi media yang baik dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait produk yang digunakan. Masyarakat dituntut dapat memilih produk dengan bijak untuk kesehatannya sendiri," ungkap Profesor Junaidi Khotib dalam keterangan tertulis Rbau (17/7/2024)
Merujuk Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, batas migrasi BPA di dalam kemasan galon isi ulang polikarbonat belum direvisi, yakni masih di level 0,6 PPM. Padahal banyak negara lain sudah bergerak lebih maju, karena batas maksimum migrasi BPA sudah direvisi menjadi lebih rendah, yakni 0,05 PPM dari semula 0,6 PPM. Maknanya, bila dibandingkan UE , tentu saja kebijakan BPOM sangat jauh lebih lunak. ***