Menu

Tentang Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan

Devi 5 Jul 2024, 17:37
Tentang Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan
Tentang Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan

RIAU24.COM - Fenomena joki Strava masih menjadi perbincangan hangat di media sosial. Beberapa orang konon menawarkan jasa menjalankan olahraga lari atau bersepeda, untuk dicatatkan pada akun Strava orang lain yang menggunakan jasanya.

Strava sendiri merupakan aplikasi kebugaran yang mencatat aktivitas olahraga seseorang. Populer di kalangan pegiat lari dan sepeda, meski sebenarnya bisa juga mencatat jenis olahraga lainnya.

Warganet menyebut, mereka yang menggunakan jasa joki Strava ini biasanya untuk keperluan mendapatkan reward, baik dari komunitas atau kantor tempat bekerja. Namun, tak sedikit pula yang hanya sebatas memuaskan diri untuk mendapatkan pengakuan sosial.

Merespons fenomena ini, Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi mengatakan mereka yang menggunakan jasa joki Strava hanya untuk mendapatkan validasi dari sosial. Menurutnya, 'haus' akan validasi bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong.

"Jadi kalau dibilang haus validasi sebenernya bisa juga sih, tapi bisa juga ada faktor-faktor lain," ujar Anastasia kepada detikcom, Kamis (4/7/2024).

Selain itu, lanjur Anastasia ada faktor kedua yakni adanya konformitas, di mana dalam psikologi sosial jika sebuah hal dilakukan oleh orang banyak, maka itu bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang benar.

Anastasia mewanti-wanti untuk mereka yang terlanjur atau justru terjebak dalam 'lingkaran kebohongan' ini untuk segera berhenti. Dirinya menambahkan, jika diteruskan maka akan memberikan efek kurang baik ke diri sendiri.

"Efeknya kalau dibiarkan lama, jika validasi itu terus menerus diberi makan, menurut saya akan kurang baik untuk dirinya sendiri. Berarti dia hidup juga dengan 'kepalsuan' jadi dia juga merasakan sensasi-sensasi yang palsu," kata Anastasia.

Bahkan, lanjut Anastasia, mereka yang terus menerus melakukan kebohongan hanya untuk disenangi atau mendapatkan pujian dari sosial, bisa jadi akan kehilangan jati dirinya.

"Jadi ibaratnya topeng itu ya, kalau terlalu lama dikhawatirkan topeng itu sering ia gunakan, topeng dengan berbagai simbol dan aksesoris-aksesoris yang bukan pencapaian dia aslinya. Dikhawatirkan dia bisa lupa dengan aslinya dia, atau wajah aslinya dia, atau kemampuan dia aslinya," kata Anastasia.

"Nah itu yang dikhawatirkan bisa terjadi. Terlalu lama memakai topeng dan melupakan jati diri aslinya," sambungnya. ***