Kasusnya Lagi Ngegas di Jepang, Bisa Seserius Ini Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging'
RIAU24.COM - Saat ini Jepang tengah dihebohkan dengan kasus infeksi 'bakteri pemakan daging' yang menginfeksi sekitar 1.000 orang dan menyebabkan puluhan orang meninggal dunia. Streptococcal toxic shock syndrome (STSS) merupakan komplikasi parah yang disebabkan oleh infeksi Group A Streptococcus (GAS).
Sebenarnya seserius apa sih dampak dari infeksi bakteri tersebut? Pakar epidemiologi Dicky Budiman menjelaskan bahwa STSS merupakan salah satu bentuk dari kondisi necrotizing fasciitis (NF) atau infeksi bakteri serius yang parah dan harus segera ditangani.
Tidak hanya oleh GAS yang ramai diberitakan di Jepang, infeksi ini juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri lain seperti clostridium, staphylococcus aureus, dan vibrio vulnificus.
"Kenapa disebutnya sebagai bakteri pemakan daging? Bakteri ini menginfeksi jaringan lunak dan menyebabkan kerusakan jaringan yang cepat dan luas," kata Dicky Budiman pada detikcom, Rabu (26/6/2024).
"Bakteri ini melepaskan toksin atau racun yang bisa menghancurkan jaringan otot kulit dan lemak di bawah kulit. Seakan-akan memakan daging tersebut," sambungnya.
Dicky Budiman menjelaskan infeksi berbahaya ini biasanya terjadi melalui luka yang terbuka atau cedera pada kulit. Bakteri masuk melalui luka tersebut lalu mulai menyebabkan infeksi.
Gejala awal yang muncul, kata Dicky, meliputi rasa nyeri yang hebat di daerah infeksi, lalu dilanjutkan dengan munculnya pembengkakan dan kemerahan.
"Selanjutnya, nyeri semakin parah diikuti dengan perubahan warna kulit hingga keunguan. Nanti muncul semacam melepuh berisi cairan, nekrosis ya, kematian jaringan itu kelihatan akibat toksin tadi," kata Dicky.
"Gejala sistemiknya bisa muncul mual, demam, muntah sampai penurunan tekanan darah dan STSS yang terjadi di Jepang," tandasnya.
Dicky mengatakan kasus infeksi bakteri pemakan daging sangat jarang, namun apabila terjadi bisa berakibat sangat fatal. Persentase kematian akibat infeksi ini kata Dicky mencapai 20-30 persen di negara maju yang kecepatan diagnosis dan penanganannya baik. ***