Menu

Disatukan oleh Kepentingan Dagang, Vietnam dan China Kembali Bersitegang di Laut China Selatan

Rizka 20 Jun 2024, 17:55
Kapal Vietnam dan Cina bersitegang
Kapal Vietnam dan Cina bersitegang

RIAU24.COM - Vietnam dan Cina sejatinya disatukan oleh kepentingan dagang, yang digariskan pada tahun 2008 dengan kesepakatan "kemitraan strategis komprehensif." Tahun 2023 silam, kedua negara mencatatkan volume perdagangan bilateral di atas angka USD 171 miliar.

Namun terlepas dari kerja sama yang erat, pemerintah di Hanoi dan Beijing kewalahan meredakan sengketa di Laut Cina Selatan (LCS).

Wilayah perairan di utara Indonesia itu tidak hanya dilintasi jalur dagang paling sibuk di dunia, tetapi juga kaya akan sumber daya. Vietnam dan Cina sama-sama bersikeras mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan Paracel, meski terletak ratusan kilometer dari kedua negara.

Cina belakangan giat menjalankan ekspansi militer dan bersikap agresif dalam melindungi klaim teritorialnya. Akibatnya, konfrontasi langsung dengan negeri jiran semakin sering terjadi, terutama dengan Filipina. Meski begitu, konflik di Laut Cina Selatan juga melibatkan Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.

Perselisihan mengenai kedua gugus kepulauan menjadi berita utama pada bulan Mei ketika Vietnam memprotes penugasan kapal rumah sakit angkatan laut Cina di Kepulauan Paracel untuk merawat tentara Pasukan Pembebasan Rakyat.

Insiden itu mendorong presiden Vietnam To Lam memperingatkan Beijing agar saling "menghormati hak dan kepentingan sah satu sama lain. Komentarnya itu memicu diskusi tentang apakah hubungan Hanoi dengan Beijing sedang memburuk.

Cina menguasai Kepulauan Paracel pada tahun 1974, setelah menghalau prajurit Vietnam Selatan. Namun pemerintah di Hanoi bersikeras mempertahankan klaimnya berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS, tahun 1982, yang menggariskan Zona Ekonomi Ekslusif bagi setiap negara pesisir atau kepulauan.

Menurut Bich Tran di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Singapura, respons Vietnam menggarisbawahi klaim Hanoi terhadap gugus kepulauan tersebut.

"Protes Vietnam terhadap kapal rumah sakit Cina di dekat Kepulauan Paracel menunjukkan sikap tegas dalam klaimnya atas Kepulauan Paracel. Vietnam telah mengambil setiap kesempatan untuk menegaskan kembali kedaulatannya atas pulau-pulau tersebut," katanya.

Pada tahun 2011, Cina dan Vietnam menandatangani perjanjian untuk menangani sengketa maritim. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah eskalasi konflik demi menjaga stabilitas di kawasan.

Perjanjian tersebut menegaskan kembali komitmen Beijing dan Hanoi untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang kooperatif dan saling menguntungkan.

"Pendekatan Vietnam terhadap Cina di Laut Cina Selatan bersifat konsisten dengan perjanjian prinsip-prinsip dasar untuk memandu penyelesaian kemaritiman yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2011," kata Bich Tran kepada DW.

Eskalasi terbaru antara Vietnam dan Cina terjadi pada saat Filipina sedang giat menentang klaim teritorial Beijing di Laut Cina Selatan. Kedua negara terlibat saling adu mulut selama berbulan-bulan soal keberadaan kapal penjaga pantai Cina di Gosong Ayungin di Kepulauan Spratly.

Gosong Ayungin atau Gosong Thomas Kedua saat ini masih diduduki oleh militer Filipina, meski diklaim oleh beberapa negara, termasuk Cina. Cara serupa digunakan Vietnam yang sejak beberapa tahun terakhir melakukan pengerukan dan penimbunan pulau-pulau yang dikuasainya.

"Apa yang baru adalah bahwa Vietnam mulai mengadopsi kapal hisap, yang selama ini digunakan Cina, demi mempercepat pengerjaan," kata Tran.

Namun demikian, reklamasi oleh Hanoi tidak mengganggu Beijing, melainkan Manila, kata Collin Koh, peneliti senior di Institut Kajian Pertahanan dan Strategis di Sekolah Kajian Internasional S. Rajaratnam di Singapura.

"Vietnam telah memasok garnisunnya di Kepulauan Spratly, melakukan pembangunan pulau-pulaunya sendiri dan program perluasan infrastruktur, namun Cina sama sekali tidak melakukan intervensi secara aktif terhadap proyek tersebut, tidak seperti kasus Filipina, yang mengalami serangkaian pertikaian dengan Cina sejak Februari lalu," tulis Koh dalam sebuah email.