Viral Cangkok Leher Berteknologi AI-Robotik, Beneran atau Cuma Khayalan?
RIAU24.COM - Sebuah video animasi tentang cangkok leher viral di media sosial belakangan ini. Project yang dinamakan BrainBridge ini diklaim bakal jadi solusi berbagai masalah kesehatan di masa depan.
Prosedur yang terlihat cukup mengerikan ini dikerjakan dengan kombinasi artificial intelligence (AI) dan teknologi robotik. Minim campur tangan manusia dalam prosesnya, disebut-sebut untuk mengurangi risiko terjadinya human error.
Penggunaan teknologi robotik juga bertujuan untuk mempercepat proses, sehingga peluang untuk survive lebih besar. Dalam video, terlihat dua set lengan robotik dalam sekejap memindahkan dan menyambung kepala dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya secara simultan.
Memangnya siapa yang mau mendonorkan kepala? Disebut dalam video tersebut, donor bisa berasal dari orang yang mengalami brain death atau kematian otak, maupun mengalami penyakit serius seperti kanker dan kondisi neurodegeneratif yang memicu kelumpuhan untuk dipindahkan ke tubuh yang lebih 'sehat'.
Pertanyaan berikutnya, apakah konsep ini benar-benar realistis? Mengawali analisisnya, laman MIT Technology Review melabeli video tersebut 'fake' dan memastikan bahwa BrainBridge itu sendiri bukan perusahaan asli dan tidak terinkorporasi dengan pihak manapun.
"Video ini dibuat oleh Hasham Al-Ghaili, komunikator sains dan sutradara film dari Yaman yang pada 2022 pernah membuat video viral 'EctoLife' tentang rahim buatan," tulis laman tersebut.
Sama seperti video yang viral tentang cangkok leher kali ini, video tentang rahim buatan atau artificial womb tersebut juga sempat heboh pada masanya. Banyak yang mempertanyakan apakah beneran konsep yang realistis atau sekadar khayalan.
Terkait cangkok leher, seorang ahli bedah saraf di Amerika Serikat Robert White pada 1970-an pernah melakukannya pada monyet. Dua ekor monyet saling ditukar kepalanya, lalu dijahit dengan detail semua sistem saraf dan peredaran darahnya.
Hasilnya, kedua monyet tetap bisa hidup dan bisa melihat, beberapa hari sebelum akhirnya mati. Diperkirakan, risiko yang sama fatalnya juga akan terjadi pada manusia, kalaupun tetap hidup maka kemungkinan lumpuh diprediksi sangat besar karena menukar kepala berarti merusak sumsum tulang belakang.
Di luar persoalan teknis, juga ada persoalan etik yang nantinya perlu diperhitungkan. Kalaupun sukses, memindahkan kepala ke tubuh lain tentunya bakal menghadapi banyak persoalan.
"Gagasan bahwa mengambil kepala seseorang lalu memasangnya ke tubuh orang lain lalu akan tetap jadi seseorang yang sama, adalah teori. Ya bagus kalau memang benar, tapi tentu tidak selalu bagus pada beberapa kultur dan secara histori," kata Paul Root Wolpe, seorang profesor bioetik di Emory University, dikutip dari Iflscience. ***