Menu

Senat Tegur Rektor Columbia, usai Minta Polisi Bubarkan Demo Pro-Palestina dengan Cara Tak Manusiawi

Zuratul 29 Apr 2024, 11:35
Senat Tegur Rektor Columbia, usai Minta Polisi Bubarkan Demo Pro-Palestina dengan Cara Tak Manusiawi. (X/Foto)
Senat Tegur Rektor Columbia, usai Minta Polisi Bubarkan Demo Pro-Palestina dengan Cara Tak Manusiawi. (X/Foto)

RIAU24.COM -Anggota Senat dari Universitas Columbia di Amerika Serikat (AS) telah menegur Rektor Universitas Columbia yakni Nemat Shafik

Hal ini berkaitamn dengan Shafik yang mengundang polisi untuk membubarkan demonstram pro-palestina di kampsu. 

Melansir Reuters, Senin (29/4), kritik terhadap Shafik juga datang dari kalangan Mahasiswa, Dosen, dan pemerhati di luar kampus. 

Pada 18 April lalu, Nemat memanggil polisi New York untuk membubarkan pekermahan para demonstran di kampus. 

para demonstran ini menentang agresi yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza, Palestina. 

Lewat dua jam pertemuan pada Jumat (26/4) waktu AS, Senat menyetujui resolusi bahwa Shafik telah menghancurkan kebebasan akademik dan tidak menghormati hak pribadi, serta hukum yang benar dari mahasiswa dan Dosen, dengan cara memanggil polisi untuk membungkam protes tersebut.

"Keputusannya... telah menimbulkan perhatian serius mengenai respek terhadap pemerintahan untuk berbagi pengelolaan dan transparansi dalam pengambilan keputusan universitas," kata keputusan Senat.

Senat terdiri dari pengajar-pengajar, staf kampus, dan sejumlah mahasiswa. 

Namun, keputusan Senat tidak menyebut nama Shafik secara spesifik untuk menghindari risiko pekerjaan dia.

Protes-protes di berbagai kampus AS ini terkadang sering dilaporkan disertai dengan sikap antisemitisme. Shafik juga menuai sorotan soal ini.

Bahkan, Ketua DPR AS telah menyerukan agar Shafik resign saja dari kursi Presiden Universitas Columbia. 

Soalnya, mahasiswa-mahasiswa Yahudi sudah merasa tidak aman di bawah kepemimpinan Shafik.

"Presiden Shafik telah terbukti menjadi pemimpin yang sangat lemah dan tidak kompeten," kata Johnson. 

"Mereka bahkan tidak bisa menjamin keselamatan pelajar Yahudi. Mereka diharapkan untuk melarikan diri dan tinggal di rumah dari kelas. Hanya saja, ini menjengkelkan," demikian dilansir New York Daily News.

(***)