Bawaslu Klaim Sulit Buktikan Pelanggaran Kedekatan Jokowi-Prabowo di Masa Pemilu 2024
RIAU24.COM -Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebut pihaknya kesulitan untuk membuktikan adanya unsur pelanggaran.
Hal ini terkait kedekatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan calon presiden 02 Prabowo Subianto selama masa kontestasi Pilpres 2024.
Menurut Bagja, Bawaslu baru bisa menindaklanjuti kedekatan tersebut jika Jokowi terindikasi ikut berkampanye.
Kesulitan itu Bagja sampaikan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (3/4).
"Mengenai bagaimana pertemuan antara Pak Presiden dengan Pak Menhan (Prabowo), itu juga sulit. Kalau yang bersangkutan (Jokowi) melakukan kampanye, baru bisa kita tindak lanjuti," kata Bagja.
Bagja menyebut Bawaslu tidak bisa menerka-nerka atau mengambil langkah berdasarkan landasan yang tidak objektif.
"Namun kami bisa menyatakan misalnya pertemuan dengan Presiden dan Pak Menhan, itu masalahnya di mana? Itu juga jadi persoalan. Kami juga tidak bisa (menyatakan) 'ini rasa-rasanya melakukan kampanye'. Rasa itu tidak bisa diadili, dan rasa itu tidak bisa kami juga lakukan," ujarnya
Menurutnya, Bawaslu perlu pertimbangan matang untuk mengindikasikan Jokowi melakukan pelanggaran pemilu. Pasalnya, Jokowi bukan peserta pemilu.
"Kalau misalnya Pak Jokowi melakukan, dia peserta atau bukan? Tim pelaksana atau bukan? Dia menawarkan atau mengajak pilihan itu atau tidak? Itu yang baru bisa ditindak yang mulia," tuturnya.
Meski demikian, Bagja mengklaim Bawaslu selalu melakukan pengawasan kepada setiap peserta Pemilu.
Termasuk, jika ada keterlibatan peserta pemilu dalam kegiatan lembaga negara.
"Tadi seperti yang dinyatakan oleh Bawaslu provinsi, ketika ada kegiatan kepala negara ataupun pejabat negara yang kemudian ada yang bersangkutan adalah peserta pemilu ataupun masuk dalam partai politik, maka teman-teman melakukan pengawasan," ujarnya.
Sebelumnya, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK karena tidak terima dengan keputusan KPU memenangkan Prabowo-Gibran.
Dalam keputusan KPU, Prabowo-Gibran menang dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,6 persen suara sah nasional.
Sementara itu, Anies-Muhaimin meraih 40.971.906 suara atau 24,9 persen suara sah nasional.
Lalu Ganjar-Mahfud mendapatkan 27.040.878 suara atau 16,5 persen suara sah nasional.
Permohonan kedua kubu ini terdapat kesamaan yaitu menginginkan Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dalam Pilpres 2024.
Mereka sama-sama ingin pemungutan suara diulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.
Mereka juga menilai Pemilu 2024 penuh dengan kecurangan dan intervensi dari Presiden Joko Widodo.
Salah satunya, Jokowi dianggap mempolitisasi bansos demi kemenangan Prabowo-Gibran.
(***)