Survei LSI: Rakyat Sebut Hukum dan Ekonomi Kian Buruk di Era Jokowi, Prabowo-Gibran Malah Menang
RIAU24.COM -Jelang akhir pemerintahannya, kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami penurunan drastis.
Terutama dari sektor hukum dan ekonomi. Hukum ditandai dengan makin banyaknya korupsi dan penegakan hukum yang lembek.
Sedangkan ekonomi ditandai makin mahalnya harga sembako seperti beras, minyak goreng, telur, dsb, namun pemerintah tak berkutik.
Fakta tersebut direkam Lembaga Survei Indonesia (LSI), dengan hasil temuan yang mengejutkan.
Ini merupakan salah satu hasil temuan dalam survei pascapemilu (post-election survey) yang LSI gelar pada 19-21 Februari 2024.
"Kali ini masyarakat yang menilai ekonomi buruk itu lebih banyak dibandingkan masyarakat yang menilai ekonomi baik atau positif," kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, Minggu (24/2/2024).
"Jadi penilaian masyarakat umum terhadap ekonomi saat ini masih berada pada posisi negatif," kata dia.
Dalam temuan LSI, responden yang menganggap situasi ekonomi di Indonesia sangat baik dan baik hanya 34,1 persen.
Sementara itu, responden yang menilai buruk dan sangat buruk sudah 41,1 persen. Tren ini, ujar Djayadi, tak berubah sejak Januari lalu.
"Banyak kita mendengar isu dan berita soal harga beras naik, mungkin terkait dengan itu," ujar Djayadi.
Pada aspek hukum, LSI menemukan, penilaian positif responden cenderung semakin turun, termasuk jika dibandingkan antara sebelum dan setelah pemungutan suara.
"Misalnya pada awal Februari sebelum pemilu 35 persen masyarakat menyatakan positif penegakan hukum. Sekarang 31 persen," ujar Djayadi.
Kini, jumlah responden LSI yang menganggap buruk aspek hukum di Indonesia sudah lebih banyak dibandingkan yang menganggap positif, yakni 31,4 persen berbanding 30,9 persen.
"Ada semacam makin negatifnya, pemburukan, tren pemburukan penilaian terhadap kondisi penegakan hukum," kata Djayadi.
LSI sebut, target populasi survei adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas sudah menikah dan memiliki telepon/ponsel.
Jumlahnya ada sekitar 83 persen dari total populasi nasional.
LSI mengeklaim wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
Sementara itu, menurut penghitungan sementara di Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (26/2/2024) pukul 06.00 WIB, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh 58,83 persen suara.
Dari data tersebut, total suara sementara yang diraup Prabowo-Gibran sebanyak 74.539.782 suara.
Angka tersebut tentu tak sejalan dengan survei LSI, bahwa Prabowo-Gibran adalah pasangan yang didukung Jokowi.
Sementara itu, pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 24,43 persen atau 30.939.995 suara.
Kemudian pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan 16,73 persen atau 21.192.027 suara.
Perolehan suara tersebut diperoleh dari data yang masuk sebesar 77,06 persen, mencakup 634.374 dari total 823,236 tempat pemungutan suara (TPS).
KPU menyatakan data yang tersaji di dalam Sirekap hanyalah alat bantu untuk keterbukaan hasil penghitungan suara.
Penghitungan suara secara resmi tetap dilakukan melalui mekanisme rekapitulasi berjenjang dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga pusat, dengan penandatanganan berita acara pada setiap tingkatan.
Dengan kata lain, hasil penghitungan yang diakui adalah yang dilakukan secara resmi (real count) tetap akan dilakukan lewat rekapitulasi berjenjang mulai tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat.
Sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, KPU mempunyai waktu sampai 19 Maret untuk menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara hingga tingkat nasional atau paling lambat diumumkan pada 20 Maret 2024.
Penetapan hasil Pemilu dilakukan paling lambat 3 hari setelah memperoleh surat pemberitahuan atau putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
(***)