Makan Siang Ala Prabowo-Gibran Butuh APBN Rp60 T di Tahun Pertama, Bagaimana Dengan Sisanya?
RIAU24.COM -Program makan siang gratis yang diusung oleh Prabowo-Gibran masih 'buram'.
Terutama, dari sisi anggaran yang belum ada kejelasan.
Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Budiman Sudjatmiko mengungkapkan program unggulan berbiaya Rp450 triliun jika dijalankan penuh 100 persen tersebut tak akan membebani keuangan negara.
Ia menyebut program makan siang gratis akan dilakukan secara bertahap.
Pada tahun pertama, hanya membutuhkan dana sekitar Rp100 triliun-Rp120 triliun, sedangkan pembiayaan dari APBN hanya 50 persen.
"Alokasi APBN yang dibutuhkan pada tahun pertama pelaksanaan program ini diperkirakan sekitar Rp50 triliun‐Rp60 triliun saja," ujarnya dalam keterangan resmi.
Menurut Budiman, sisa kebutuhan anggaran atau setengahnya akan didapatkan dari penghematan hasil konsolidasi antara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), UMKM dan koperasi.
Ketiga lembaga itu direncanakan bertugas untuk menyusun kebutuhan bahan-bahan pangan yang dibutuhkan untuk program makan siang gratis.
Namun, konsolidasi yang dimaksud belum jelas akan seperti apa, dan bagaimana cara menghemat sisa dana yang dibutuhkan. Apalagi, nilainya cukup besar.
Pandangan Analis
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai program makan siang gratis ini masih meraba-raba dan seakan sedang kucing-kucingan dengan masyarakat.
Menurut Ronny, jika memang menggunakan anggaran dari BUMDes, UMKM dan koperasi, maka artinya tetap menggunakan uang negara. Sebab, ketiga lembaga tersebut masih mengandalkan pembiayaan pemerintah melalui dana desa dan transfer ke daerah yang ada di APBN.
"Karena tak mungkin ketiga kelembagaan tersebut mendadak punya anggaran total Rp60 triliun dari langit jika tidak dari sumber resmi negara yang diperuntukkan untuk ketiga kelembagaan tersebut," ujarnya.
Ronny menilai kalau mengandalkan anggaran dari tiga kelembagaan itu, artinya akan ada penambahan dana dari pusat untuk ke daerah.
Terlebih, skema konsolidasi yang dimaksud belum jelas bentuknya.
"Jika memang demikian, maka itu artinya anggaran desa akan ditambah, terutama untuk anggaran BUMDes. Lalu anggaran bantuan untuk UMKM dan koperasi juga naik," jelasnya.
Apalagi, Ronny melihat ketiga kelembagaan yang dimaksud belum cukup mandiri untuk membantu menyediakan pendanaan, tercermin dari kondisi saat ini yang masih membutuhkan topangan dari pemerintah pusat.
"Jelas tidak masuk akal narasi tersebut (konsolidasi BUMDes, UMKM dan koperasi), justru aneh dan lucu. Narasi pembiayaan makan siang gratis ini dari awal aneh-aneh. Narasi justifikasinya juga aneh-aneh, tidak satu narasi. Apalagi menggunakan tiga kelembagaan tersebut sangat rentan korupsi, karena ketiganya bukanlah lembaga dan institusi ekonomi yang teraudit secara resmi selama ini," ungkapnya.
Ronny menyarankan jika ingin serius menjalankan program ini, maka tim Prabowo-Gibran harus menyusunnya dengan matang.
Selain itu, mulai transparan mengungkapkan skema dan sumber anggaran yang diperlukan kepada publik.
"Rencanakan dengan matang, jangan meraba-meraba, apalagi main kucing-kucingan sama publik alias mencari-cari kesempatan dengan cara membingungkan publik. Buat semuanya terbuka, terukur, agar publik bisa menilainya. Berapapun anggarannya, selama terbuka, diketahui publik, bisa diukur dan dinilai oleh intelektual-intelektual publik, maka tak ada masalah," jelasnya.
Ronny sendiri menilai tak ada masalah jika memang anggaran program ini diambil secara penuh dari APBN.
Toh tujuannya membantu memenuhi nutrisi anak-anak untuk membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan.
(***)