Perjuangan Wanita Idap Kanker Paru Stadium 4 di Usia 35, Awalnya Alami Gejala Ini
RIAU24.COM - Dwina Saptarika, seorang survivor kanker paru dari Bandung yang membagikan pengalamannya berjuang melawan penyakit tersebut. Wanita yang saat ini berusia 40 tahun mengaku merasa sangat bersyukur lantaran masih diberi kesempatan untuk menjalani hidupnya sehari-hari.
Dwina bercerita awal terdiagnosis kanker paru saat dirinya masih berusia 35 tahun di 2018. Pada saat itu, dirinya tak menyangka bisa terkena kanker paru lantaran bukan seorang perokok.
"Awalnya saya merasa nyeri dada di sebelah kiri saya, tapi saat itu nyerinya tidak intens. Nyerinya hilang timbul-hilang timbul. Tapi pada saat itu saya berpikir hanya kelelahan saja, jadi saya sedikit abaikan dan memperbanyak istirahat," imbuhnya dalam konferensi pers Srikandi Kanker Paru 2024, Senin (5/2/2024)
Dwina awalnya tak menaruh curiga lantaran menganggap nyeri dada yang dialami hanyalah kelelahan biasa. Akan tetapi, kondisi tersebut justru semakin memburuk dari waktu ke waktu, bahkan nyeri yang dirasakan semakin parah setelah ia kembali beraktivitas.
Walhasil dirinya langsung pergi ke dokter umum untuk memeriksakan diri. Pada saat itu, dokter merujuk Dwina untuk ke dokter spesialis paru.
"Saat itu kebetulan besoknya adalah hari libur nasional, saya kesulitan untuk mencari spesialis paru di bandung, karena banyak yang cuti saat itu. Kemudian saya cari-cari lagi, alhamdulilah ketemu salah satu dokter paru di Bandung yang berpraktik keesokan harinya," curhatnya.
"Beliau menyarankan saya segera untuk foto toraks. Dari situ dokter memprediksi, ada cairan efusi pleura di dada kiri saya, sehingga menyebabkan dada kiri saya nyeri," imbuhnya lagi.
Dokter awalnya mendiagnosis Dwina TB paru atau tuberkulosis dan menyarankan untuk menjalani pengobatan selama kurang lebih satu setengah bulan. Akan tetapi, pengobatan tersebut tak membuahkan hasil, bahkan nyeri dada yang dialaminya semakin memburuk.
Dwina kemudian mencari pendapat dari dokter paru lainnya terkait kondisi yang dialami. Ia juga menjalani pemeriksaan ulang berupa foto toraks, pemeriksaan dahak, hingga darah.
"Beliau membandingkan foto toraks sebelum dan sesudahnya, beliau justru tidak melihat cairan di dada kirinya. Sepertinya beliau mencurigai sesuatu, dan meminta saya untuk CT scan ulang. Tidak berpikir panjang lagi, saya langsung CT scan ulang," imbuh Dwina.
"Hasil CT scan yang saya baca bisa dilihat ada tumor bahkan mengarah ke arah cancer. Saat itu saya konsultasikan lagi ke dokter paru, beliau memang tidak secara gamblang menjelaskan apa yang terjadi pada dua paru-paru saya ini," imbuhnya lagi.
Dwina saat itu direkomendasikan dokter untuk melakukan evaluasi lebih lanjut melalui biopsi. Sambil menunggu hasil, wanita berusia 40 tahun itu sambil mencari tahu apa yang dimaksud dengan kanker. Menurutnya, dokter saat itu tidak menjelaskan lebih lanjut terkait apa itu kanker paru, sehingga ia memutuskan untuk mencari tahu sendiri.
"Hasil biopsi keluar, saya kaget begitu dokter menjelaskan bahwa saya terkena kanker dengan sel adenokarsinoma nonskuamosa, yang membuat saya kaget lagi adalah stagenya sudah stage 4," imbuhnya.
"Jadi paru-paru kanan, dugaannya menyebar ke paru-paru kiri. Itu yang membuat dada kiri saya nyeri. Dokter menawarkan untuk segera kemoterapi sambil menunggu hasil EGFR keluar. Tapi ya karena saya ini awam, tentang kemoterapi yang saya tahu dan yang saya bayangkan itu menyakitkan. Dan efek sampingnya tidak menyenangkan," imbuhnya.
Meski sempat takut untuk menjalani kemoterapi karena efek samping, berkat dukungan dengan komunitas survivor kanker lainnya, Dwina akhirnya memutuskan untuk menjalani kemoterapi sebanyak enam kali.
"Alhamdulilah kemoterapi saya jalani, setelah kemoterapi ketiga, nyeri dadanya hilang. Tapi kemoterapi harus diselesaikan sampai 6 kali, saya jalani itu berat badan saya tambah lama tambah naik, kurang lebih 10 kilo," imbuhnya.
Dwina juga mengaku sampai saat ini masih menjalani terapi target sebagai pengobatan kanker. Meski harus rutin berobat, dirinya tak patah semangat untuk menjalani hidupnya.
"Alhamdulilah saya bisa melakukan aktivitas normal, kembali berolahraga lagi, rasanya tidak pernah terbayangkan sebelumnya," imbuhnya. ***