Menu

Masa Aksi Geruduk MK Mengaku Dapat Intimidasi dari Aparat untuk Batalkan Demo, Buntut Pernaytaan Jokowi 

Zuratul 3 Feb 2024, 10:17
Masa Aksi Geruduk MK Mengaku Dapat Intimidasi dari Aparat untuk Batalkan Demo, Buntut Pernaytaan Jokowi. (X/Foto)
Masa Aksi Geruduk MK Mengaku Dapat Intimidasi dari Aparat untuk Batalkan Demo, Buntut Pernaytaan Jokowi. (X/Foto)

RIAU24.COM - Forum Anomali yang menggagas Aksi Jumat Melawan Geruduk Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (2/2) mengaku diintimidasi oleh aparat. 

Hal ini dilakukan aparat agar aksi ersebut batal terselenggara.

Hal itu disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran 2023, Mohamad Haikal Febriansyah saat dijumpai di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Jumat (2/2).

Aksi Geruduk MK itu mulanya dijadwalkan digelar di depan Gedung MK. 

Namun, puluhan orang massa yang hadir akhirnya tertahan oleh tembok beton yang dilengkapi kawat berduri yang dipasang di kawasan Patung Kuda. 

Akhirnya, aksi mimbar bebas digelar di depan tembok beton dengan kawat berduri itu.

Mulanya, Haikal bercerita bahwa sebelum berjalannya mimbar bebas ini, Forum Anomali telah mengalami banyak sekali intimidasi, represi, dan serangan-serangan.

Haikal mengatakan akun Whatsapp para pengagags Forum Anomali, yakni dirinya, Ketua BEM Universitas Gadjah Mada (UGM) Gielbran M Noor hingga Sekretaris Jenderal Serikat Mahasiswa (Sekjen Sema) Universitas Paramadina Afiq Naufal, dan Ketua BEM nonaktif Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang diretas secara bergantian selama dua hari berturut-turut. Peretasan juga dialami Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid yang turut diundang dalam aksi ini.

"Peretasan terjadi Rabu dini hari, 31/1/2024. Akun whatsapp kami berada di luar kontrol kami sehingga sulit bagi kami untuk berkomunikasi dan menyebarkan informasi mimbar bebas ini," ujar Haikal.

Haikal juga mengklaim pihaknya merasa diintimidasi oleh aparat yang ingin aksi Geruduk MK ini dibatalkan.

"Kami merasakan adanya intimidasi aparat keamanan yang berlebihan. Mulai dari telepon-telepon untuk membatalkan mimbar bebas hingga penutupan akses jalan dan blokade berupa pembatas beton dan kawat duri sehingga kami tidak bisa menyelenggarakan mimbar bebas di tempat seharusnya, yaitu di depan ke Mahkamah Konstitusi," jelas Haikal.

(***)