Mengenal Aksi Kamisan, Sudah 17 Tahun Payung Hitam untuk Republik Tak Berkejelasan
RIAU24.COM -Aksi kamisan memasuki tahun ke-17 pada 18 Januari 2024 hari ini.
Terpantau akun X atau Twitter aksi tersebut justru mendadak hilang.
Hal ini tentu menyita perhatian publik karena unjuk rasa itu dirasa bakal dihentikan.
"Akun aksi kamisan di Twitter hilang. Padahal, besok mau peringatan Aksi Kamisan yang ke tujuh belas... TAHUN. Ya, besok sudah 17 tahun. Bukan yang hanya muncul di dekat pemilu, tapu SUDAH TUJUH BELAS TAHUN. Panjang umur perjuangan!," bunyi menfess dari akun @tubirfess, Kamis (17/1).
Hingga saat ini masih belum di ketahui apa yang menjadi penyeybab akun X Aksi Kamisan tersebut hilang.
Publik pun menyayangkan hal ini hingga perbikir menyalahkan pihak-pihal tertentu.
Namun, di sisi lain masih banyak yang belum mengetahui soal aksi ini.
Lantas, apa itu AKSI KAMISAN?
kamisan merupakan aksi damai yang dimulai sejak 18 Januari 2007.
Aksi ini tergabung dari korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM.
Mulai dari insiden 65, Tragesi TriSakti, Semanggi 98 hingga kasus pembunuhan Munir, serta pengilangan nyawa aktivis tahun 98.
Aksi ini dilakukan setiap hari Kamis pukul 16.00 sampai 17.00 di depan Istana Presiden.
Mereka dengan pakaiamn serat payung hitan akan dia berdiri sambil membawa banner bertulisan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Mereka melakukan aksi tersebut untuk memperjuangkan dan mengungkap kebenaran, mencari keadilan, serta menolak lupa dengan adanya kasus pelanggaran HAM. Aksi Kamisan seringkali tak diisi oleh para korban.
Melainkan juga para musisi yang memberi penampilan musik berisi perjuangan korban pelanggaran HAM.
Selain itu, massa Aksi Kamisan turut mengirimkan surat untuk presiden hingga berbagai kegiatan lainnya.
Mulai dari menggelar spanduk dan foto korban serta membagikan selebaran kepada pengguna jalan.
Adapun dipilihnya warna hitam karena dianggap sebagai lambang keteguhan duka cita. Sementara payung seperti pelindung.
Wajah-wajah familiar yang kerap hadir dalam Aksi Kamisan di antaranya, Maria Sumarsih, ibu dari Bernandinus Realino Norma Irawan (Wawan).
Putranya itu tewas usai ditembak tepat di jantungnya dalam aksi demonstrasi tahun 1998.
Adapun aksi tersebut turut digerakkan oleh Suciwati, istri Munir dan Bedjo Untung selaku pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965.
Aksi Kamisan diharapkan bisa memberi keadilan bagi korban dan keluarganya.
Namun, hingga saat ini, hal tersebut masih belum mereka dapatkan. Untuk itu, agar kasus pelanggaran HAM tak dilupakan, mereka terus melakukan Aksi Kamisan.
Sudah hampir 17 tahun, aksi ini pun semakin dikenal oleh banyak orang.
Aksi kamisan ini bahkan telah dilakukan di berbagai kota di Indnesia.
Mulai dari Surabaya, Yogyakarta, Malang hingga daerah lainnya.
Isu yang dibawa tak hanya soal HAM dan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Mereka juga memasuki isu-isu lokal yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.
Entah sampai kapan lagi keluarga korban bisa menerima keadilan. Meski lelah, mereka tetap berjuang untuk mendapatkan jawaban.
(***)