Kata Siapa Vape Tak Bikin Kecanduan seperti Rokok? Dokter Beberkan Faktanya
RIAU24.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melarang penggunaan vape dengan varian rasa di semua negara. Pihaknya menegaskan, aturan terkait penggunaan vape seharusnya dibuat sama layaknya untuk rokok tembakau atau rokok konvensional.
Sebagaimana disinggung oleh Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus anak-anak hingga remajaremajall bak 'dijebak' untuk menggunakan vape dengan varian rasa. Terlebih di seluruh wilayah dengan pemasaran yang agresif, vape lebih banyak digunakan oleh anak berusia 13-15 tahun dibandingkan oleh orang dewasa.
Seiring itu, hingga kini penelitian yang ada juga tidak menunjukkan bahwa penggunaan vape betulan bisa menjadi alternatif untuk seseorang berhenti mengkonsumsi rokok konvensional.
Hal itu berkaitan dengan banyaknya orang yang beranggapan, bahwa efek vape dan rokok elektrik terhadap kesehatan pernapasan tidak akan seberat rokok tembakau. Bahkan ada juga yang mengira, nikotin pada vape tidak akan memicu kecanduan layaknya rokok konvensional.
Vape Juga Bikin Kecanduan
Dokter spesialis paru RS Persahabatan dan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Erlina Burhan, SpP(K), menjelaskan kadar nikotin pada rokok elektrik memang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Namun kenyataannya, vape digunakan dengan cara dihisap berkali-kali sehingga pada akhirnya, kadar nikotin yang masuk ke tubuh bisa sama banyaknya layaknya penggunaan rokok tembakau.
Alih-alih betulan menjadi berhenti merokok, pada banyak kasus seseorang malah menjadi 'dual user'. Artinya, user tersebut rutin menggunakan vape atau rokok elektrik, sembari rutin juga mengkonsumsi rokok konvensional.
"Rokok elektrik ini awalnya waktu pertama kali diciptakan memang didesain untuk transisi para perokok yang biasa untuk berhenti merokok. Ya sudah pakai vape dulu yang diinhalasi karena kadarnya dibikin rendah. Komponennya juga nggak sebanyak rokok," ungkap dr Erlina dalam diskusi daring beberapa waktu lalu.
"Didesain seperti itu tapi pada kenyataannya justru banyak gagalnya. Orang malah kecanduan juga dengan cara-caranya bahkan justru lebih sering menghisapnya. Sebagian tidak bisa meninggalkan rokok konvensional malah pakai dua-duanya. Itulah yang dikatakan e-cigarette atau vape ini gagal dipakai sebagai alat untuk berhenti merokok," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut dr Erlina menegaskan, jika tujuannya adalah menggantikan konsumsi rokok konvensional, penggunaan vape dan rokok elektrik tidak akan efektif.
Pasalnya kecenderungannya, seorang user akan tetap menghisap rokok elektrik dalam jumlah banyak. Ujung-ujungnya, nikotin yang terhirup sama saja kadarnya dari penggunaan rokok konvensional.
"Salah satu penelitian menyebut lebih dari sama dengan 30 hisapan itu nikotin yang dihantarkan itu sama dengan jumlahnya dengan satu batang rokok," terang dr Erlina dalam diskusi daring beberapa waktu lalu.
"Memang kadarnya (nikotin) rendah tapi pada kenyataannya ternyata orang terjebak dengan kata-kata kadar nikotin dan zat-zat kimia menjadi lebih rendah. Jadi memang sama-sama menimbulkan kecanduan juga," imbuhnya. ***