Cerita Agus Rahardjo 'Jokowi Minta Setop e-KTP' Dinilai Ngaco, Habiburokhmam: Tidak Punya Nilai Pembuktian!
RIAU24.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Habiburokhman menilai apa yang disampaikan Agus tak ada unsur pembuktian saksi dan bukti lain.
"Yang dia sampaikan tidak mempunyai nilai pembuktian apapun, karena hanya mengacu pada keterangannya sendiri tanpa ada saksi saksi dan bukti lain," kata Habiburokhman dilansir dari detik.com, Jumat (1/12).
Selain itu, Habiburokhman juga menyinggung Agus Rahardjo yang hendak maju caleg DPD Jawa Timur. Dia menekankan saat ini tengah musim kampanye politik.
"Ini kan musim politik, musim kampanye, dan setahu saya Pak Agus adalah caleg DPD Jawa Timur. Yang janggal adalah kalau dia menganggap Pak Jokowi melakukan intervensi, kenapa saat itu dia tidak bicara ke publik. Bahkan dia bisa saja menerapkan pasar rintangan penyidikan terhadap Pak Jokowi, kan dia masih menjabat ketua KPK aktif," kata Habiburokhman.
"Karena sekali kalau tuduhan tersebut baru disampaikan sekarang, publik pasti menanyakan apa motif sebenarnya? Karena kalau dari segi hukum, apa yang dia sampaikan sama sekali tidak mempunyai nilai pembuktian karena tidak ada saksi yang dia sebutkan," lanjutnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR ini pun mengajak berbagai pihak agar tidak melakukan kampanye negatif.
"Baiknya sekarang kita hindari cara-cara kampanye negatif, penyebaran fitnah dan hoaks," katanya.
Sementara, Koordinator Staf Khusus Presidentidak menjawab secara tegas apakah Presiden Jokowi memang pernah memerintahkan Agus menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setya Novanto pada 2017 lalu.
Namun, ia hanya meminta publik untuk melihat proses hukum Setya Novanto yang terus berjalan sampai tingkat pengadilan.
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," kata Ari, Jumat (1/1).
Terkait revisi UU KPK yang turut disinggung Agus Rahardjo, Ari pun menegaskan bahwa langkah itu merupakan inisiatif DPR.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," tegasnya.