Bos CIA dan Mossad Bertemu PM Qatar, Ini yang Dibahas...
RIAU24.COM -Direktur badan intelijen pusat Amerika Serikat (AS) atau CIA dan kepala badan intelijen Israel, Mossad, dilaporkan berkunjung ke Doha, Qatar dan menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani pekan ini.
Dalam pertemuan penting ini, hal apakah yang dibahas oleh kedua badan intelijen negara yang pro Yahudi ini?
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya pada Rabu (29/11/2023), seorang sumber yang mengetahui soal kunjungan bos CIA dan Mossad itu mengungkapkan bahwa Direktur CIA William Burns dan Kepala Mossad David Barnea bertemu dengan PM Al-Thani di Doha pada Selasa (28/11) waktu setempat.
Menurut sumber tersebut, pertemuan itu bertujuan 'untuk melanjutkan kemajuan dari kesepakatan gencatan senjata yang diperpanjang dan untuk memulai diskusi lebih lanjut mengenai fase selanjutnya dari kesepakatan potensial' terkait perpanjangan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Menurut sumber tersebut, seperti dilansir Reuters, hasil dari pembicaraan di Doha itu masih belum jelas.
Para pejabat Mesir juga dilaporkan ikut hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya menyebut Burn berada di Doha untuk 'pertemuan mengenai konflik Israel-Hamas termasuk diskusi soal para sandera'.
Pertemuan antara Burns, Barnea dan PM Al-Thani itu digelar sehari setelah Qatar mengumumkan perpanjangan gencatan senjata selama dua hari di Jalur Gaza, dari kesepakatan awal antara Israel dan Hamas yang menyetujui empat hari gencatan senjata.
Qatar, yang menjadi lokasi markas sejumlah pemimpin politik Hamas, telah memimpin negosiasi antara Israel dan kelompok militan Palestina tersebut.
Selain Qatar, ada juga Mesir dan AS yang menjadi mediator dalam negosiasi itu.
Para pejabat yang menghadiri pertemuan pada Selasa (28/11), menurut sumber yang dikutip Reuters, membahas kemungkinan parameter fase baru untuk kesepakatan gencatan senjata, termasuk pembebasan sandera laki-laki atau personel militer, tidak hanya perempuan dan anak-anak, oleh Hamas.
Pertemuan itu juga mempertimbangkan apa yang mungkin diperlukan untuk mencapai gencatan senjata yang bertahan lebih dari sekadar beberapa hari saja.
Disebutkan juga oleh sumber itu bahwa Qatar telah berbicara dengan Hamas sebelum pertemuan itu untuk mengetahui apa saja yang mungkin disetujui oleh kelompok tersebut.
Menurut sumber tersebut, Israel dan Hamas kini sedang mendiskusikan secara internal soal ide-ide yang dieksplorasi dalam pertemuan itu.
Kementerian Luar Negeri Qatar, pada Selasa (28/11) waktu setempat, menyatakan bahwa para mediator akan memanfaatkan perpanjangan jeda pertempuran di Jalur Gaza untuk mengupayakan 'gencatan senjata yang berkelanjutan' antara Israel dan Hamas.
"Fokus utama kami saat ini, dan harapan kami, adalah mencapai gencatan senjata berkelanjutan yang akan mengarah pada negosiasi lebih lanjut, dan pada akhirnya untuk mengakhiri ... perang ini," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, saat berbicara kepada wartawan.
"Namun, kami bekerja dengan apa yang kami miliki. Dan apa yang kami miliki saat ini adalah ketentuan dalam kesepakatan yang memungkinkan kami untuk memperpanjang jangka waktunya selama Hamas dapat menjamin pembebasan setidaknya 10 sandera," imbuhnya.
Al Ansari menyebut bahwa perpanjangan gencatan senjata selama 48 jam akan dilanjutkan dengan pembebasan 20 sandera lainnya.
"Kami berharap dalam 48 jam ke depan, kami akan mendapatkan lebih banyak informasi dari Hamas mengenai para sandera lainnya," ucapnya.
Dia menambahkan bahwa 'pelanggaran minimal' dalam beberapa hari terakhir tidak 'merusak esensi kesepakatan'.
Selama empat hari pertama gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 50 sandera wanita dan anak-anak Israel.
Belasan warga negara asing yang disandera Hamas juga dibebaskan dalam kesepakatan terpisah.
Sebagai pertukaran, Israel membebaskan 150 tahanan Palestina dari penjara-penjaranya.
Sebagai bagian dari perpanjangan gencatan senjata selama dua hari, Hamas setuju untuk membebaskan tambahan 10 sandera Israel, terdiri atas perempuan dan anak-anak, setiap harinya.
Sejauh ini, belum ada indikasi bahwa Hamas bersedia membebaskan para sandera laki-laki atau personel militer yang mereka tahan.
(***)