Netanyahu Respons Gencatan Senjata Ingin Ubah Islam di Gaza Jadi Begini...
RIAU24.COM - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memberi pernyataan terbaru soal perang di Gaza, Palestina.
Di tengah gencatan senjata sementara Israel dan Hamas, yang kembali diperpanjang 48 hari, ia menyinggung Islam di Gaza.
Ia mengatakan "akan membasmi ideologi beracun" dari masjid dan sekolah Palestina Islam di Gaza.
Mengutip media RT, Rabu (29/11/2023) ia menyebut Islam di kantong Palestina yang dikuasai Hamas itu, membutuhkan perubahan radikal.
Israel Sinyal Perang Baru Pecah di Gaza Lawan Hamas
"Israel akan membersihkan masjid-masjid dan sekolah-sekolah di Gaza dari ideologi beracun mereka setelah perangnya dengan Hamas berakhir," katanya di depan CEO Tesla Elon Musk dalam sebuah wawancara Senin waktu setempat.
Ia menunjuk negara-negara Teluk yang kaya sebagai contoh negara-negara Muslim yang telah "dideradikalisasi."
Kepada Musk dalam sebuah wawancara yang disiarkan langsung di media sosial X, Netanyahu mengatakan bahwa kehancuran Hamas akan menjadi "pendahulu" bagi perubahan yang lebih sistemik di Gaza.
"Kita harus mendemiliterisasi Gaza setelah kehancuran Hamas. Kita harus melakukan deradikalisasi di Gaza, dan itu akan memakan waktu," katanya dimuat media Rusia tersebut.
"Terutama bekerja di masjid dan sekolah, di situlah anak-anak menyerap nilai-nilai mereka. Dan kemudian kita harus membangun kembali Gaza."
Sejak 7 Oktober dan hingga tujuh minggu perang Israel di Gaza berlangsung, Netanyahu telah berulang kali menyatakan bahwa Hamas akan lenyap pada saat operasi tersebut berakhir.
Namun, dia belum begitu yakin mengenai masa depan Gaza. Bulan lalu, ia sempat berujar "harus ada pemerintahan sipil di sana" meski tak dijelaskan apakah dijalankan oleh Otoritas Palestina atau kelompok politik lain.
Sementara itu, masih manyinggung Islam di Gaza, Netanyahu menyebut apa yang dilakukan dunia ke Jerman dan Jepang di Perang Dunia II. Di mana kata dia, rezim beracun haris disingkirkan.
Ia menunjuk Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain sebagai contoh negara-negara Arab yang telah menjalani proses itu.
Di mana kedua negara, memang sudah mengakui negara Israel pada tahun 2020.
Israel sendiri tengah dalam pembicaraan kesepakatan pembukaan hubungan dengan Arab Saudi, sebelum perang pecah dengan Hamas 7 Oktober.
Dalam pembicaraan itu, Netanyahu juga menambahkan Riyadh sebagai puncak seraya berujar "hal yang sama juga terjadi di Arab Saudi".
Ia pun mendesak agar "teman-teman Arab" Israel dapat membantu membangun kembali Gaza.
Di mana PBB memperkirakan sekitar setengah dari seluruh rumah telah hancur sejak perang dimulai.
Musk sendiri melakukan perjalanan ke Israel Senin untuk bertemu dengan Netanyahu dan keluarga warga Israel yang disandera oleh Hamas.
Kunjungan tersebut dilakukan di tengah tuduhan dari kelompok Yahudi bahwa miliarder tersebut mengizinkan konten anti-Semit di X dan berakhir dengan Musk mendukung serangan Israel di Gaza.
Mengutip Al-Jazeera, setelah mengunjungi kibbutz bersama Netanyahu, Musk mengatakan dalam percakapan bahwa "sangat mengejutkan melihat lokasi pembantaian" di sana.
Ia bahkan berujar Israel "tidak punya pilihan" selain melenyapkan Hamas.
Musk juga dikatakan bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Dalam sebuah pernyataan pertemuan tersebut menggarisbawahi "perlunya bertindak untuk memerangi meningkatnya antisemitisme online".
Sebelumnya, The Washington Post, sempat membuat hubungan "simbiosis aneh" antara Netanyahu dan Hamas. Ia dianggap banyak pengamat sengaja "melindungi" Hamas.
Ia telah berulang kali bersumpah untuk menghancurkan Hamas selama masa jabatannya.
Namun di sisi lain, Netanyahu malah menerapkan kebijakan yang membantu kelompok tersebut mempertahankan cengkeramannya atas Gaza, lapor media AS tersebut.
"Ini adalah aliansi aneh yang telah berakhir," kata sejarawan Israel Adam Raz, yang telah mempelajari hubungan antara perdana menteri dan kelompok militan tersebut, dimuat media itu.
"Hamas tidak akan menjadi pemerintah Gaza. Dan saya pikir kita dapat berasumsi bahwa Netanyahu mendekati akhir karir politiknya (dengan adanya Hamas)," tambahnya.
Dalam 10 tahun terakhir misalnya, ujar Raz, Netanyahu telah berupaya memblokir segala upaya untuk menghancurkan Hamas di Gaza selama ia memimpin.
Padahal, kedua Belah pihak hampir mencapai pemulihan hubungan pada tahun 2018.
Kabinet perdana menteri itu menyetujui transfer uang dari Qatar yang digunakan untuk membayar gaji publik di Gaza.
Termasuk memperbaiki infrastruktur lokal, dan bahkan mendanai operasi Hamas.
Tujuan dari kebijakan Netanyahu diduga untuk memecah belah rakyat Palestina.
Dengan membiarkan Hamas menguasai Gaza dan membiarkan saingannya dari Otoritas Palestina menguasai Tepi Barat.
Politisi tersebut dilaporkan menganggap Hamas berguna dalam menghentikan proses perdamaian Israel-Palestina.
Bahkan, berguna untuk mengganggu pembentukan negara Palestina.
"Tanpa kepemimpinan yang bersatu, Bibi (sebutan Netanyahu) bisa mengatakan bahwa dia tidak bisa melanjutkan perundingan perdamaian," kata seorang jajak pendapat dan analis politik Israel, Dahlia Scheindlin.
"Hal ini memungkinkan dia untuk berkata, 'Tidak ada orang yang bisa diajak bicara'," tegasnya.
(***)