Jimly Asshiddiqie: Kami Hanya Memberhentikan Anwar Usman dari Ketua, Jangan Menuntut Lebih Banyak Lagi
RIAU24.COM - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan alasan Anwar Usman hanya dicopot dari jabatan ketua, tetapi tak diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) atau dipecat sebagai hakim MK.
Mengacu pada Peraturan MK (PMK) Nomor 1/2023 tentang MKMK, Jimly menjelaskan hakim yang dijatuhi sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk membela diri atas penjatuhan sanksi tersebut. Pembelaan diri itu dilakukan melalui mekanisme banding.
Tak puas hanya dicopot dari jabatan ketua, desakan muncul menuntut Anwar Usman mundur dari hakim MK.
Menurut Jimly, terkait pengunduran diri dari MK itu merupakan ranah pribadi Anwar Usman.
"Terserah (Anwar Usman). Kami kan hanya memberhentikan dari ketua, dia masih tetap sebagai anggota, kalau dia mau berhenti dia soal lain lagi," kata Jimly dilansir dari tribunnews.com, Rabu (8/11).
Lagi pula, kata Jimly, tugas MKMK telah selesai dengan memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Dia meminta semua pihak untuk menghormati putusan MKMK.
"Kita harus buat tradisi putusan bernegara sudah oleh MKMK, yasudah hormati jangan menuntut lebih banyak lagi, kalau enggak itu nanti enggak habis-habis," tandasnya.
Sebelumnya, Anwar Usman dinyatakan terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat minimal usia capres-cawapres.
Jimly Ashhiddiqie dalam amar putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi," ujar Jimly dalam amar putusan MKMK yang dibacakan saat sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11) malam.
Jimly menyebut Anwar tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perbuatan Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan dan Integritas.
Selain itu, Anwar sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi disebut terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan.
Selanjutnya, Anwar terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3.
Lebih lanjut Jimly menyampaikan ceramah Anwar mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia Capres dan Cawapres.