Pilu Nasib Bumil di Gaza, Harus Lahiran Caesar Tanpa Obat Bius Imbas Krisis Obat
RIAU24.COM - Wanita hamil di Gaza, Palestina, terpaksa menjalani persalinan caesar hanya dengan senter dan tanpa obat bius di tengah serangan dan blokade Israel. "Kekacauan dan kengerian yang terjadi di Gaza berdampak sangat buruk bagi para wanita," kata Soraida Hussein-Sabbah, seorang spesialis gender dan advokasi di ActionAid UK, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, dikutip dari Daily Mail, Jumat (3/11/2023).
"Kondisi di rumah sakit sangat berbahaya, operasi caesar dan operasi besar dilakukan hanya dengan senter telepon yang memberikan penerangan ketika mereka melakukan prosedur medis yang rumit karena bom jatuh di sekitar mereka," sambungnya.
Sekitar 50.000 ibu hamil dilaporkan tinggal di Jalur Gaza. Mereka adalah salah satu kelompok yang paling rentan menderita karena kekurangan peralatan medis, makanan, dan air.
Menurut Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), Di Gaza, lebih dari separuh dari 2,1 juta penduduknya adalah anak-anak, sekitar 160 bayi diperkirakan akan lahir tiap harinya. Hal ini turut menambah beban pada sistem kesehatan wilayah yang krisis tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya melaporkan situasi genting, atau yang disebut 'race against death', bagi wanita hamil di Gaza yang harus berhadapan dengan ancaman kematian. Pasalnya, wilayah tersebut diserang dan terkepung secara menyeluruh akibat serangan udara yang terus menerus dilakukan Israel.
Laporan mereka juga menyatakan seorang wanita hamil dipulangkan hanya tiga jam setelah melahirkan seorang bayi perempuan untuk memberikan ruang bagi pasien lainnya.
"Ada perempuan yang telah mengungsi dari tempat tinggalnya ke daerah lain, yang berarti mengubah pusat kesehatan yang sebelumnya memantau kondisi mereka," kata Walid Abu Hatab kepada Al Jazeera.
"Hal ini membuat akses ke mereka menjadi sangat sulit karena mereka membutuhkan perawatan primer dan sesi tindak lanjut selama berbagai periode kehamilan," sambungnya.
UNFPA menyerukan perawatan dan perlindungan kesehatan yang mendesak bagi para wanita hamil karena banyak dari mereka yang menderita tanpa pemeriksaan rutin.
Di samping itu, puluhan ribu warga sipil terpaksa mengungsi ke rumah sakit untuk mencari bantuan dan listrik karena sumber daya ke daerah tersebut terputus. Hal ini memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pusat-pusat kesehatan.
"Tim medis kami kewalahan dan telah bekerja tanpa kenal lelah sepanjang waktu sejak dimulainya eskalasi," kata DrMohammad Abu Salmiya, direktur rumah sakit Al Shifa.
"Kami bergantung pada pasokan bahan bakar yang sangat terbatas untuk menjalankan operasi. Jika kami kehabisan bahan bakar, kemungkinan rumah sakit akan digunakan sebagai tempat pemakaman massal," tambahnya. ***