Hasto Ungkap Kesedihan dan Kekecewaan PDIP usai Ditinggal Jokowi dan Keluarga
RIAU24.COM - PDI Perjuangan (PDIP) merasa sedih dan pasrah atas kondisi politik saat ini yang dinilainya sebagai ketidakpatuhan politik.
Terlebih ditambah dengan rekayasa hukum oleh Mahkamah Konsitusi (MK).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa jajaran anak ranting dan ranting partainya banyak yang tidak memercayai kondisi politik yang saat ini terjadi.
Kondisi politik dimaksud terkait dengan putusan MK yang dinilai 'kontroversial', lantaran berhasil memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawpares) pendamping Prabowo Subianto.
Putusan MK itu mengabulkan sebagian gugatan pemohon terhadap pasal 169 huruf q Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu). Amar putusan itu menyatakan frasa batas usia minimal 40 tahun bagi capres-cawapres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat selama tidak dimaknai sedang atau pernah memegang jabatan melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.
"Kami begitu mencintai dan memberikan previledge yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan konstitusi. Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," katanya melalui siaran pers, Minggu (29/10/2023).
Seperti diketahui, status keanggotaan Gibran di PDIP juga menjadi sorotan, apalagi setelah resmi terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai cawapres dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Beberapa elite PDIP juga telah buka suara bahkan melontarkan kritik terhadap Gibran atas manuver tersebut.
Sejumlah pihak telah menyatakan bahwa Wali Kota Solo itu sudah resmi keluar dari PDIP setelah menjadi cawapres Prabowo, dan menunggu pengembalian Kartu Tanda Anggota (KTA) partai.
Hasto menyinggung bahwa kelelahan simpatisan, anggota, dan kader partai belum usai setelah bekerja memenangkan Pilpres dan Pilkada, yang mengantarkan Jokowi dan keluarga ke jabatan publik.
Sekadar informasi, Jokowi di antaranya diusung oleh PDIP pada dua kali pemilihan Wali Kota Solo, satu kali pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan dua kali Pilpres.
Sementara itu, Gibran juga berhasil menduduki jabatan Wali Kota Solo pada 2020 lalu dengan diusung oleh partai berlambang banteng moncong putih itu.
Hasto mengatakan bahwa pihaknya kini memilih untuk mengungkapkan perasaan mereka.
zxc2
"Seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari 5 Pilkada dan 2 Pilpres. Itu wujud rasa sayang kami. Pada awalnya kami memilih diam," kata Hasto.
Politisi PDIP itu lalu mengatakan bahwa bahwa seluruh mata rantai pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 itu adalah ketidakpatuhan politik atau political disobedience terhadap konsitutsi dan rakyat.
"Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," terangnya.
Dia lalu menyebut rakyat Indonesia sudah memahami siapa yang meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan.
"Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu," tutupnya.
(***)