Menu

Rumah Firli Bukan Safe House, Tapi Diduga Tempat Lobi

Rizka 27 Oct 2023, 14:17
Rumah Firli Bahuri
Rumah Firli Bahuri

RIAU24.COM - Penggeledahan di rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Jakarta Selatan cukup menarik perhatian. Rumah yang terletak di Jalan Kertanegara Nomor 46 itu tampak kontras dengan tetangganya. 

Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute menanggapi temuan dan penggledahan rumah Ketua KPK Firli Bahuri di Jalan Kertanegara yang disebut-sebut sebagai safe house. IM57+ Institute memandang penggunaan istilah safehouse bagi rumah Kertanegara dapat membingungkan publik. 

"Hal tersebut mengingat istilah safe house merujuk pada rumah yang dijadikan tempat aman dalam mendukung aktivitas intelejen dan surveillance," kata ketua IM57+ Institute Mochamad Prawad Nugraha dilansir dari republika, Jumat (27/10).

Praswad menjelaskan safehouse versi yang digunakan KPK merupakan tempat tersembunyi dalam mendukung operasi intelejen dan surveillance guna mendukung penegakan hukum. Rumah tersebut tercatat dalam aset KPK dan dibiayai oleh APBN. 

"Tetapi lokasi yang sangat rahasia yang bahkan tidak semua penyidik pun tidak mengetahui," ujar Praswad. 

Praswad memandang penggunaan rumah yang diduga digunakan oleh Firli bertemu dengan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) tidak dapat dianggap sebagai safehouse. Ini mengingat rumah tersebut merupakan rumah yang tidak masuk dalam LHKPN.

"Dan bukan digunakan untuk mendukung operasi intelejen KPK," ujar Praswad. 

Praswad justru menduga rumah itu digunakan Firli guna menjalankan aksi lobi kepada para pejabat yang berurusan dengan KPK.  

“Rumah tersebut lebih tepat disebut lobby house karena ternyata diduga menjadi tempat terjadinya negosiasi-negosiasi," ujar Praswad. 

Di sisi lain, Praswad menyebut apabila ternyata rumah tersebut tercatat di KPK, malah akan menjadi penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan KPK karena menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi melakukan lobi. 

Sedangkan, apabila rumah tersebut terafiliasi dengan Firli Bahuri maka tidak dicantumkannya dalam LHKPN menjadi suatu pertanyaan etik dan bahkan pidana.

"Hal tersebut berangkat dari dua asumsi. Asumsi pertama, apabila rumah tersebut disewa atau dibeli pribadi maka darimana Firli mendapatkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit," ujar Praswad. 

Sedangkan, asumsi kedua apabila rumah tersebut milik orang lain, maka Firli telah menerima gratifikasi. "Karena rumah tersebut merupakan fasilitas yang tidak dilaporkan," ucap Praswad.