Bos Besar AS Bungkas soal Hamas-Israel, Dulu Sempat Bersuara Dukung Ukraina
RIAU24.COM -Perusahaan besar yang ramai bersuara saat terjadi invasi Rusia ke Ukraina sekarang membisu dan buta soal perang Hamas-Israel.
Bos besar perusahaan itu di antaranya Adidas, Disney, Bank of Amerika, Apple dan Citi Group.
Dilansir Aljazeera, perusahaan multinasional menyatakan secara terbuka dukungannya terhadap Ukraina.
Mereka bahkan menjanjikamn dukungan keuangan hingga moral untuk warga Ukraina.
Para CEO termasuk bos Apple, Tim Cook dan bos Citi Group Jane Fraser mengenakan pin kerah bendera Ukraina sebagai bentuk solidaritas.
Perusahaan minyak raksasa ExxonMobil dan perusahaan produk rumah tangga Unilever bahkan dengan lantang mengutuk Moskow secara eksplisit atas aksinya menyerang Ukraina.
Aljazeera bahkan mencatat, lebih dari 1.000 perusahaan berjanji untuk menghentikan atau mengurangi aktivitas bisnis mereka di Rusia seiring dengan memburuknya persepsi terhadap Moskow secara global akibat perang dengan Ukraina.
Bila dibandingkan, respons perusahaan-perusahaan besar tersebut terhadap konflik Israel-Hamas malah sebaliknya.
Perusahaan pemegang merek ternama yang mengambil sikap vokal terhadap perang Ukraina malah menolak berkomentar dalam konflik di Timur Tengah itu.
Adapun yang secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap Israel dan mengutuk aksi Hamas di antaranya Microsoft, Google, Hewlett Packard, JP Morgan, dan Goldman Sachs.
Mereka mengutuk serangan Hamas ke Israel pada Sabtu yang menewaskan sedikitnya 1.300 orang dan melukai sekitar 3.400 orang.
Namun, mereka malah bungkam tatkala Israel meluncurkan serangan udara secara besar-besaran ke Palestina sebagai bentuk tindakan balasan atas serangan Hamas, meskipun memakan korban jiwa hingga 1.799 warga Palestina dan melukai lebih dari 6.300 orang.
Padahal, PBB dan kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan telah memperingatkan akan terjadinya bencana kemanusiaan di Gaza setelah Israel memerintahkan 1,1 juta warga Palestina yang terjebak di wilayah tersebut untuk pindah ke selatan dalam waktu 24 jam sebelum serangan darat yang akan dilakukan.
"Belum ada tanggapan nyata dari perusahaan-perusahaan Barat, yang tindakannya lebih bersifat politis daripada kemanusiaan," ucap Carl Rhodes, profesor dan dekan University of Technology Sydney dikutip dari Aljazeera, Sabtu (14/10/2023).
Ada dugaan bahwa diamnya sikap perusahaan-perusahaan tersebut karena khawatir tersedot ke dalam pusaran konflik bersejarah itu, yang berpotensi membuat konsumen mereka berealsi.
Sedangkan yang komtimen mendukung Israel ketimbang Palestina cenderung perusagaan negara-negara Barat, yang banyak di antaranya menggambarkan Hamas sebagai kelompok "teroris".
Dalam survei pada 2019 yang dilakukan oleh Sprout Social, lebih dari dua pertiga konsumen Amerika mengatakan "penting bagi merek untuk mengambil sikap terhadap masalah sosial dan politik".
Namun, lebih dari setengahnya mengatakan mereka akan memboikot perusahaan atau merek yang tidak "sejalan dengan pandangan mereka."
Sementara 34 persen mengatakan mereka akan mengurangi pengeluaran untuk merek-merek tersebut.
Pada 2020, jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center menemukan bahwa 55 persen pengguna media sosial di Amerika merasa "lelah" dengan postingan politik secara umum.
(***)