Ketika Muhammadiyah dan Menteri Agama Bersebrangan Mengenai Aturan Kampanye
RIAU24.COM - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akan menerbitkan aturan yang membatasi kampanye politik elektoral di lingkungan pendidikan keagamaan. Antara lain di pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi.
Menanggapi hal itu, Muhammadiyah menilai aturan kampanye menjadi wewenang dari KPU.
"Yang berhak mengatur itu kan aturan KPU, lalu yang awasi Bawaslu. Nah sekarang di aturan itu boleh apa nggak, kan gitu aja," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dilansir dari news.detik.com, Rabu (11/10).
Abdul Mu'ti mengatakan pihaknya juga memiliki aturan tersendiri terkait kampanye di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Muhammadiyah. Dia mengaku kampanye politik diizinkan digelar di kampus-kampus Muhammadiyah.
"Di kampus karena masyarakat lebih dewasa dan kemudian juga jumlahnya nggak terlalu masif bisa aja di kampus-kampus tertentu di Muhammadiyah kita akan memberikan kesempatan pada parpol atau capres," katanya.
Menurut Abdul Mu'ti, lembaga pendidikan kampus Muhammadiyah tidak tertutup pada kegiatan kampanye partai politik atau capres dan cawapres pada pemilu mendatang. Namun, ia menekankan konsep kampanye tersebut ke arah uji publik.
"Kita buka tapi dengan format yang sesuai dengan kampus. Misalnya uji publik di kampus soal program yang mereka tawarkan, lalu visibilitas dari mereka yang berminat jadi caleg. Itu belum kita buat aturannya secara resmi," jelas Abdul.
Aturan berbeda diterapkan pada sekolah di bawah naungan Muhammadiyah. Abdul mengatakan pihaknya telah melarang adanya kegiatan kampanye politik di sekolah-sekolah Muhammadiyah saat kampanye pemilu 2024 dimulai.
"Untuk sekolah Muhammadiyah tidak buka pintu untuk kampanye di sekolah. Karena ya selain sebagian mereka belum punya hak pilih, juga jumlahnya besar. Sekolah Muhammadyah ribuan jadi kami tentu harus berhati-hati untuk jaga agar situasi pembelajaran tak terganggu oleh kampannye parpol," ujar Abdul Mu'ti.