Mendagri Tito Sindir Pemda yang Habiskan Anggaran Gaji Pegawai: Terus Kemana untuk Rakyatnya?
RIAU24.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendag) Muhammad Tito Karnavian menyinggung soal realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ia menyindir bahwa APBD digunakan untuk anggaran gaji pegawai bukan rakyat.
"Setiap kami datang ke daerah, belanja pemerintah ini belanja utama, apalagi daerah yang pendapatan asli daerah (PAD)-nya rendah dan masuk pemekaran. Ini belanja daerah betul-betul yang PAD-nya rendah berarti swastanya enggak hidup. mereka hanya hidup dari uang pemerintah," katanya dalam Seminat Internasional Desentralisasi Fiksal di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (3/10).
"Apalagi uang pemerintah kalau kita bedah lagi hasilnya sebagian besar itu untuk belanja pegawai dan belanja barang jasa, untuk pegawai juga. Terus ke mana untuk rakyatnya? itu yang menjadi problem juga," sindir Titpo.
Tito lantas mengapresiasi kebijakan Kementerian Keuangan yang melakukan earmarking duit negara alias pengalokasian untuk pos-pos tertentu.
Dengan kebijakan ini, APBD bisa lebih terkontrol dan mengutamakan kebutuhan dasar, seperti pendidikan hingga kesehatan.
Ia menegaskan jangan sampai hal-hal mendasar tersebut ditinggalkan pemda karena sibuk membelanjakan duit negara untuk pegawainya sendiri.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman turut menyinggung soal penurunan alokasi belanja pegawai di APBD.
Ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alias UU HKPD.
"Jadi, selama 5 tahun mendatang masalah upah harus diturunkan maksimum 30 persen saja alokasinya, karena di beberapa daerah upah dan gaji hampir mencakup 50 persen dari dana mereka. Kami berikan masa transisi 5 tahun. Harapannya, semua pemda cuma mengalokasikan maksimal 30 persen untuk belanja pegawai," jelas Luky.
"Pemda juga diharapkan mengalokasikan setidaknya 40 persen untuk belanja infrastruktur selama 5 tahun mendatang. Jadi, pemda dipaksa untuk belanja lebih baik. Harapannya kami bisa memberikan motivasi ke pemda untuk meningkatkan performanya dengan memberi insentif. Jadi, semakin baik maka semakin banyak dana yang mereka peroleh," sambungnya.
Luky pun mengakui bahwa operasi tangkap tangan (OTT) korupsi pejabat daerah kian banyak dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh karena itu, UU HKPD hadir untuk ikut mencegah tindakan tak terpuji tersebut dengan memperbaiki tata kelola.
"Di bawah UU HKPD kita juga sudah menyiapkan sertifikasi di tingkat daerah dengan tujuan pegawai atau pejabat daerah punya kompetensi menangangi anggaran tersebut," tutup Luky.
(***)