Klaim Aktivis: Pembuat Senjata Asal Indonesia Memasok ke Myanmar yang Berkonflik
RIAU24.COM - Kelompok-kelompok hak asasi manusia pada hari Selasa mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh perusahaan milik negara ke Myanmar, di mana Indonesia telah berusaha untuk mempromosikan rekonsiliasi sejak kudeta militer 2021 memicu konflik yang meluas.
Kelompok-kelompok mengajukan pengaduan kepada komisi nasional hak asasi manusia Indonesia pada hari Senin menuduh bahwa tiga pembuat senjata milik negara telah menjual peralatan ke Myanmar sejak kudeta, menurut Feri Amsari, penasihat hukum para aktivis.
Myanmar telah dilanda kekerasan sejak militer menggulingkan pemerintah yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi lebih dari dua tahun lalu.
Kelompok yang menyusun pengaduan termasuk dua organisasi Myanmar, Organisasi Hak Asasi Manusia Chin dan Proyek Akuntabilitas Myanmar, dan Marzuki Darusman, mantan jaksa agung Indonesia dan advokat hak asasi manusia.
Mereka menuduh dalam keluhan mereka bahwa produsen senjata negara Indonesia PT Pindad, pembuat kapal negara PT PAL dan perusahaan kedirgantaraan PT Dirgantara Indonesia telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North, yang mereka katakan dimiliki oleh putra seorang menteri di pemerintahan militer.
PT Pindad dan PT PAL tidak segera menanggapi permintaan komentar. Direktur PT Pindad mengatakan kepada media sebelumnya bahwa mereka tidak menjual produk ke Myanmar sejak 2016.
PT Dirgantara Indonesia menyatakan tidak pernah memiliki kontrak dengan Myanmar atau pihak ketiga terkait.
True North tidak segera menanggapi permintaan komentar tetapi profil perusahaan tak bertanggal yang dilihat oleh Reuters menunjukkan bahwa mereka mengidentifikasi tiga produsen senjata Indonesia sebagai mitra strategis.
Para aktivis mengatakan Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan, termasuk pistol, senapan serbu dan kendaraan tempur.
Sebagai ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, Indonesia telah berusaha dengan sedikit tanda keberhasilan untuk terlibat dengan militer dan oposisi Myanmar dengan harapan memfasilitasi pembicaraan.
Indonesia memberikan suara mendukung Resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan pada semua negara anggota PBB untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar setelah kudeta.
Seorang juru bicara kementerian luar negeri Indonesia mengatakan sedang mempelajari keluhan tersebut. Seorang juru bicara kementerian pertahanan tidak menanggapi permintaan komentar.
Darusman mengatakan komisi hak asasi manusia, yang dikenal sebagai Komnas HAM, berkewajiban untuk menyelidiki mengingat bahwa perusahaan milik negara tunduk pada kontrol dan pengawasan pemerintah.
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar melaporkan pada bulan Mei bahwa militer Myanmar telah mengimpor setidaknya $ 1 miliar senjata dan bahan terkait sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, Cina, Singapura, Thailand dan India.
(***)