Mengenal Profil Presiden Timor Leste Ramos Horta yang Berterimakasih Pada Jokowi
RIAU24.COM - Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta menyampaikan terima kasih ke Presiden Joko Widodo atas keketuaan Indonesia di ASEAN yang berhasil membuat road map untuk Timor Leste. Hal ini disampaikan saat Sidang Majelis Umum PBB.
Terlepas dari itu siapa sebetulnya Jose Ramos Horta?
Ramos Horta menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memperjuangkan kemerdekaan tempat kelahirannya. Ia lahir pada 26 Desember 1949 di Dili, Timor Leste.
Saat ia berusia 18 tahun, pemerintah koloni Portugal mengasingkan dia ke Mozambik. Ramos Horta sempat kembali ke Timor Leste, tetapi diasingkan lagi pada 1970 hingga 1971.
Ia terlempar ke negara orang karena lantang mengkritik koloni yang dianggap gagal dalam menangani keterbelakangan pembangunan dan kemiskinan.
Timor Leste sempat dijajah Portugal pada abad ke-16 hingga 1975. Pada 1975, pemerintah koloni menarik pasukan mereka ke Pulau Atauro usai perang saudara berkecamuk di wilayah tersebut.
Ketika itu, dua partai terbesar di Timor Leste, Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin) dan Uni Demokratik Timor (UDT) menjadi peserta di pemilihan umum negara tersebut. Mereka membentuk koalisi, tetapi tak bertahan lama, demikian dikutip The Guardian.
Pertempuran pun pecah dan terjadi percobaan kudeta dari UDT. Namun, 28 November 1975, Fretilin mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak.
Di sisi lain, Portugal sedang gonjang-ganjing setelah kudeta sayap kiri di Lisbon atau yang dikenal Revolusi Bunga. Aksi ini menyebabkan Portugal meninggalkan pos-pos koloni mereka.
Portugal menarik personel administratif dan militer termasuk dari Mozambik, Angola, dan wilayah yang saat itu disebut Timor Portugis.
Tak lama usai deklarasi Fretilin, Portugal melepaskan wilayah itu. Mereka juga tak mendapat jawaban bala bantuan usai Timor Leste bergejolak.
Pada Desember 1975, Indonesia melancarkan Operasi Seroja hingga 1999.
Tiga hari sebelum invasi, Ramos-Horta mengasingkan diri ke luar negeri untuk bergerilya dan mencari dukungan. Ia tak mengangkat senjata, tetapi meninggalkan Timor Leste sebagai menteri luar negeri dalam pemerintahan yang dibentuk gerakan pembebasan Fretilin.
Selama dua puluh tahun berikutnya, Ramos Horta berkeliling dunia untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Timor Leste, terutama di PBB.
Ia menjadi orang termuda yang berpidato di PBB. Di kesempatan tersebut, Ramos Horta meyakinkan perwakilan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mendukung kemerdekaan Timor-Leste.
"Meskipun menang, Indonesia tetap melanjutkan pendudukannya, sehingga ia terus mendesak PBB dan para pemimpin dunia lain untuk meyakinkan Indonesia agar memberikan kebebasan kepada Timor Leste," demikian laporan situs pemantau hak asasi manusia, humanrights.com.
Pada pertengahan 1980-an, Ramos Horta mulai menganjurkan dialog dengan Indonesia. Pada 1992, ia menyampaikan rencana perdamaian.
Isi usulan damai itu yakni proposal konkret untuk kerja sama kemanusiaan dengan Indonesia dan kehadiran internasional yang dipimpin PBB. Ini menjadi dasar penarikan pasukan Indonesia dan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Timor Leste, demikian dikutip Nobel Prize.