SKK Migas Akan Dibubarkan dan Diganti Badan Baru, Begini Kata Ahli
RIAU24.COM -Keberadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kemungkinan akan dibubarkan dan segera digantikan oleh Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.
Hal tersebut menyusul dengan perubahan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo menilai poin penting dalam Revisi UU Migas ini adalah mengenai peran dari Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.
Pihaknya berharap agar BUK Migas ini diberikan wewenang lebih besar dibandingkan lembaga SKK Migas saat ini yang masih bersifat sementara.
"Hal yang paling penting dalam Revisi UU Migas ini adalah peran BUK yang strategis untuk diberikan wewenang yang lebih besar dalam kaitannya untuk menjadi leader dalam industri migas terhadap departemen lainnya," ungkap mantan Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) ini kepada CNBC Indonesia, Senin (25/9/2023).
Apalagi, kata Hadi, tumpuan peningkatan produksi migas nasional ke depan adalah kegiatan eksplorasi.
Sedangkan kegiatan eksplorasi yang masif hanya dapat dilakukan dengan dukungan semua stakeholder migas antara departemen lainnya.
"Seperti KLH, Menkeu, Perindustrian. RUU ini harus mampu memecahkan koordinasi antar departemen yang masih seret," ujarnya.
Menurut Hadi, sejauh ini syarat dan ketentuan (term and conditions) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejatinya telah dibuat sangat fleksibel dan kondusif terhadap para investor.
Namun, koordinasi dengan tiga kementerian di atas masih perlu ditingkatkan kembali.
"Utamanya terkait perizinan yang demikian banyak dan pajak pajak yang pada akhirnya membebani kegiatan di lapangan. Hal hal semacam ini harus diluruskan, untuk menjadikan industri migas kembali ke lex specialis," ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menjelaskan, jika revisi UU Migas ini disahkan, maka badan yang selama ini beroperasi mengatur hulu migas di Indonesia yakni SKK Migas akan dibubarkan dan digntikan dengan BUK Migas baru.
Dia mengatakan bahwa pembentukan BUK Migas baru itu merupakan amanat dari Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang setidaknya akan memiliki dua fungsi yaitu sebagai regulator dan operator.
"BUK Migas ini amanat JR di MK, yang memerintahkan pembentukan badan pengelola hulu migas yang memiliki dua fungsi, yakni sebagai regulator sekaligus operator, agar pengelolaan migas kita menjadi optimal bagi kesejahteraan rakyat," jelas Mulyanto kepada CNBC Indonesia, Senin (18/9/2023).
Selain itu, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan bahwa nantinya BUK Migas baru tersebut akan berbeda dengan SKK Migas.
Dia menyebutkan nantinya BUK Migas baru tersebut akan melaksanakan fungsi kebijkan dan pengusahaan.
"BUK Migas tentu berbeda dengan SKK Migas yang ada sekarang, yang sekedar sebagai unit kerja di bawah Kementerian ESDM dengan fungsi operasi yang terbatas. Amanat MK, BUK Migas itu melaksanakan fungsi kebijakan sekaligus pengusahaan. Seperti Pertamina zaman dulu atau seperti Petronas sekarang," terangnya.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto juga berharap, BUK Migas yang nantinya masuk di dalam revisi UU Migas ini dapat mempunyai posisi yang cukup kuat.
Terutama sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mengatur jalannya kegiatan usaha di sektor hulu migas nasional.
"Sehingga memang benar-benar layak untuk mewakili negara karena di dalam peran BUK ini seperti tadi disampaikan bapak-ibu sekalian memang berbeda dengan BUMN lain di mana BUMN lain adalah operator," kata Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Baleg DPR RI, Rabu (30/8/2023).
Menurut Dwi, meskipun menyematkan kata khusus sebagai perpanjangan tangan negara, namun BUK ini juga harus tetap memainkan perannya sebagai badan usaha.
Namun, BUK ini juga diharapkan bukan hanya berpikir mengenai profit atau kinerja korporasi semata.
"Tapi tadi sudah disampaikan mengenai bagaimana badan usaha ini mewakili kepentingan negara. Jadi yang menjadi fokusnya nanti berkaitan dengan kinerja adalah di samping masalah produksi, tadi kami sudah sampaikan dalam rencana strategis (Renstra) kebetulan renstra yang kami bangun sebagian besar sudah mewakilinya," kata Dwi.
Rencana strategis yang dimaksud antara lain, pertama fokus pada isu ketahanan energi.
Dwi menilai peningkatan produksi migas di dalam negeri menjadi sesuatu hal yang cukup penting untuk dilakukan melalui kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
"Badan usaha ini nanti akan memerankan peran negosiasi berkaitan dengan masalah tadi, split untuk pengembangan, dimana tidak lagi terlalu kaku kepada split yang terbaik untuk pemerintah, tetapi bagaimana cadangan itu betul-betul bisa dipercepat menjadi sebuah produksi untuk mengisi sebuah kebutuhan energi tadi," katanya.
Kedua, melalui BUK ini, diharapkan industri migas tidak hanya berkontribusi pada penerimaan negara saja tetapi juga memberikan multiplier effect bagi industri penunjang.
"Dimana saat ini sudah kami terapkan bahwa para KKKS/perusahaan yang betul-betul terikat dengan TKDN itu adalah industri hulu migas. Karena di industri hulu migas itu komponen TKDN itu pengunci. Jadi kalau mereka mau membeli sesuatu, kalau TKDN-nya itu di bawah dari yang dalam dokumen kita, standar kita, minimum sekian persen, kalau di bawah itu kita tolak," tambahnya,
(***)