Bahlil Klaim Ada Campur Tangan Asing di Rempang Agar Pengembangan Tak Berjalan Mulus
RIAU24.COM - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menuding ada keterlibatan pihak asing dalam konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), beberapa waktu lalu. Hanya saja, ia enggan menyebutkan, pihak asing yang dimaksud.
"Apalagi ditarik ke persoalan-persoalan yang mohon maaf, karena ini tahun politik jadi mau dibawa-bawa ke sana, jangan lah. Temuan saya sebagai tim saya tahu siapa barang ini yang ikut main. Tapi yakinlah teman-teman, bahwa tidak hanya dalam negeri. Saya tahu kok siapa yang di luar negeri," kata Bahlil dilansir dari cnbcindonesia.com, Senin (25/9).
Bahlil mengklaim, masyarakat sebenarnya sudah tahu negara mana yang terlibat membuat gaduh sejak pengembangan Batam dicanangkan pada 2004.
“Mari kita tersadar kolektif. Setiap Kepri (Kepulauan Riau) itu mau maju, setiap ada investasi besar, selalu saja ada yang menghalangi. Ada apa dibalik ini semua? Jangan yang kita pertentangkan terus yang kemarin terjadi, tapi mari kita lihat bangsa secara baik," tutur Bahlil.
Bahlil enggan menyebutkan nama negara mana saja yang terlibat dalam kasus Rempang karena terkait dengan etika hubungan luar negeri. Namun, dia menekankan, banyak negara tetangga yang juga takut bersaing dengan Indonesia dalam pengembangan bisnis atau hilirisasi pasir kuarsa oleh investor luar negeri.
"Saya enggak boleh menyampaikan negara mana, tetapi saya yakin wartawan punya intuisi lebih rajam daripada saya, terjemahkan apa yang saya sampaikan ini," tegas Bahlil.
“Saya tidak mau sebut nama negara mana, tapi biasanya tetangga itu kan, kalau kita bersaing sama teman-teman sendiri kan, ya gitu deh," ucap Bahlil.
Sebagaimana diketahui, Pulau Rempang akan disulap menjadi Rempang Eco City dan menjadi lokasi pabrik produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd. Perusahaan itu menjadi perusahaan asing pertama yang akan mengucurkan dana investasi hingga 2080.
Xinyi Glass Holdings Ltd pun telah berkomitmen membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China.